“Kindness in words creates confidence. Kindness in thinking creates profoundness. Kindness in giving creates love.” ― Lao Tzu
Showing posts with label Let's Think!. Show all posts
Showing posts with label Let's Think!. Show all posts

March 17, 2015

Renungan Malam #1 "Beri Daku Boston"

Recommended tracks for this post: "Last Hope" by Paramore, "Misguided Ghosts" by Paramore, "Boston" by Augustana

Ketika saya mengutarakan keinginan untuk tinggal di sebuah flat di kota Boston, hal tersebut nyatanya tak lebih dari sekadar angan-angan belaka. Angan tersebut terasa seperti bualan setelah saya mencicipi beberapa contoh kepahitan kehidupan. Beberapa hal telah membuat saya mengurungkan niat untuk mencoba pergi ke negeri orang. Bahkan, beberapa hal juga membuat saya merasa berada di dasar kehidupan (walaupun saya juga yakin bahwa saya hanya mengambang di antara dasar dan kesederhanaan). Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri juga, bualan yang saya utarakan tersebut berisikan secercah harapan. Walaupun harapan tersebut hanya setitik, ia tetap ada. Perasaan-perasaan lain mulai menutup lubang pengurungan niat. Saya pun bangkit untuk meraba-raba Boston. Saya harus bisa tinggal di sebuah flat di kota Boston. Paling tidak, saya ingin melihat rupa kota itu secara langsung. Saya ingin pergi ke Boston.

Foto: www.jamesmorgan.co.uk
Seperti pembuatan puisi Beri Daku Sumba karya Taufiq Ismail, ungkapan yang saya utarakan di atas tidak didasari oleh memori dari dalam otak. Saya belum pernah menginjakkan kaki di Boston, selayaknya Taufiq Ismail belum pernah berangkat menuju Sumba (saat ia menulis puisi Beri Daku Sumba). Akan tetapi, saya merasa sudah berada di dekat kota Boston. Begitu dekat, tetapi tidak dapat diraih.

Dalam suatu kelas Pengkajian Puisi, saya pernah diperdengarkan sebuah pembacaan puisi Beri Daku Sumba. Lalu perlahan terdengarlah suara derap kuda dari kejauhan. Perlahan pula bau rumput menyengat indera penciuman saya. Dan, tidak pernah saya kira bahwa saya telah berada di Sumba. Dari penerangan ufuk Timur menuju seberang lautan, semua terlihat jelas. Seakan saya sedang merekam suasana Sumba dengan mode kepala burung. Saya seperti sedang menggambar di atas rol-rol film yang demikian banyak jumlahnya. Sumba benar-benar indah. Pemandangan Sumba pun menjadi deja vu saat saya menonton film berjudul Pendekar Tongkat Emas. "Ah, saya sudah pernah melihatnya!".

Foto: carlvaliquet.blogspot.com
Cerita di atas terasa cocok saya tuliskan untuk mengantarkan sisa tulisan berikut. Tidak biasanya saya diberi kesempatan untuk merenungkan hal-hal yang terjadi kepada diri saya di masa lampau. Dengan menuliskannya, saya merasa diberi kesempatan. Terlebih kesempatan dari Taufiq Ismail agar saya dapat terus melihat kota Boston, walaupun hanya dalam angan-angan saja.

Setahun yang lalu saya hampir mencicipi kematian. Atau paling tidak, sengaja ingin mencicipinya. Tentu saja hal tersebut menjadi terdengar sangat bodoh, melihat satu tahun ini saya telah menenggelamkan diri ke dalam kesibukan yang luar biasa. Ternyata saya gampang lupa sehingga keinginan untuk mencicipi kematian pun cepat hilang pula. Saya berhenti merasa berada di dasar. Akan tetapi, saya mulai merasakan keadaan yang kosong. Lalu bagaimana cara saya mendeskripsikan kekosongan itu, ya? Yah, seperti tidak ada hal yang ingin Anda lakukan, tetapi Anda merasa harus melakukan sesuatu. Jika tidak melakukan sesuatu, Anda akan terlepas dari kenyataan kehidupan dan, mungkin, seperti terjebak dalam limbo. Namun, deskripsi di atas hanya usaha saya untuk memberi batasan 'kekosongan' saja. Kata tersebut sungguh tidak dapat dijelaskan jika sudah memiliki diri.

Tidak disayangkan, percobaan memberi kesibukan terhadap diri sendiri membuahkan hasil yang "lumayan". Terutama ketika saya berhasil meraih beberapa prestasi dalam bidang akademik dan nonakademik. Akan tetapi, perasaan kosong tidak pernah hilang, hingga sekarang, saat saya menuliskan tulisan ini, perasaan itu tidak pernah hilang. Mungkin jika diibaratkan dengan lagu, saya sedang menjalani "Misguided Ghosts" yang dilantunkan oleh Paramore. Saya benar-benar merasa tidak punya arah. Saya mempunyai impian, tetapi keinginan untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu menjadi tidak penting. Setelah menganggap tidak penting, saya selalu kembali ke pertanyaan tentang tujuan awal kegunaan manusia untuk kehidupan. Ketika saya berada di titik tersebut, saya menganggap diri saya menyedihkan. Selalu saja terasa menyedihkan untuk membayangkan manusia-manusia kotor dalam pikiran saya. Sebagai bagian dari makhluk tersebut, saya merasa jijik terhadap diri saya.

Foto: www.bu.edu
Sementara itu, Boston masih terasa sangat jauh dari diri saya. Akan tetapi, nampaknya ia tidak berada sejauh dulu. Lucunya, saya tidak pernah mencoba untuk membayangkan keadaan kota Boston. Bahkan saya tidak pernah tahu apakah kota Boston memiliki flat atau tidak (tetapi sepertinya ada, sih). Saya juga tidak mempunyai relasi yang kuat dengan kota tersebut. Mungkin satu-satunya alasan mengapa saya ingin melihat kota tersebut adalah karena saya pernah mendengarkan lagu berjudul "Boston" karya Augustana. Atau mungkin karena saya pernah mendengarkan beberapa lagu dari band bernama Boston. Selain itu, saya kira tidak ada lagi alasan kuat untuk melihat kota tersebut. But still, I feel like I have to go there someday, somehow.

Kota Boston seperti bertransformasi menjadi penjaga impian saya. Mungkin itu guna Boston sebagai bagian dari angan. Sebagai penjaga. Walaupun mimpi-mimpi saya bertebaran di langit, tak keruan, tak berbentuk, dan tak berwujud, setidaknya saya tahu, mereka masih berada di sana. Mereka dijaga oleh Boston yang tidak seberapa kuatnya. Tak apa. Yang penting, ia dapat terus mengingatkan bahwa saya mempunyai mimpi. Sesulit apa pun mimpi tersebut untuk diraih, sebodoh apa pun angan tersebut terdengar di telinga orang, saya akan pergi melihat kota Boston. Suatu hari nanti, setelah saya membebaskan diri dari kekosongan yang ada.

Foto: blog.spothero.com

January 20, 2015

Party Size

Boozin' at Hampton's playground with these ladies last night. Then we went for karaoke, at the HushPupppppp~

We surely danced our butts off all night.
Go, go, girls of FIB UI Basketball!





November 16, 2014

Play Ball!




FIB 33 - 4 FIK 
FIB 32 - 5 Fasilkom

Satu pertandingan lagi, satu agar ksatria putih lolos
Penentuan tak ke mana, penentuan tak berlari
Aku sastra, kamu biru, tak boleh bolos
Menang atau kalah, semua berpesta, semua menari






November 10, 2014

Long-lost Pleasure and Desire


"And those who were seen dancing were thought to be insane by those who could not hear the music." ― Friedrich Nietzsche

Dengarkan apa yang harus didengarkan
Karena apa yang didengar, mendukung rasa, mendukung asa
Tapi apa rasa dan apa asa?
Hanya rumput, hanya laut, hanya langit yang menua

Marsh Kids The Many Failings of Bugsy Moonblood
Tigapagi Roekmana's Repertoire
Zeke Khaseli Fall in Love with the Wrong Planet
Zeke Khaseli Yth. Siapa
Bedchamber Perennial E.P.

REVIEWS, COMING SOON!

 

November 09, 2014

Gajah

I feel as if I go to Africa, I may never come back. I'm just going to live with the animals and adopt an elephant, and it's going to be my friend.
- Dianna Agron

Gajah hewan lucu. Ya, karena dia bulat dan besar. Gajah bukan dinosaurus. Nanti anak-cucu cuma kenal gajah via buku-buku. JANGAN.

foto WWF-Indonesia, @WWF_ID

The 5th AISOFOLL

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen-dosen Program Studi Indonesia FIB UI yang telah memberikan kesempatan kepada saya dan teman-teman perwakilan program S1 lainnya untuk menghadiri AISOFOLL yang diadakan oleh SEAMEO QITEP in Language.

AISOFOLL stands for the 'Annual International Symposium of Foreign Language Learning' yang di tahun 2014 ini telah memasuki tahun kelimanya. The director of SEAMEO QITEP in Language is Dr. Felicia N. Utorodewo, S.S., my lecturer in Syntax and Semantics :p Teman-teman yang juga terpilih untuk menghadiri acara tersebut adalah Hanung, Nindy, Evi, dan Nadia.

Dalam acara tersebut kami membahas tentang pengajaran bahasa asing. Empat makalah utama disajikan oleh Suchada Nimmannit (Chulalongkorn Univeristy Language Institute, Thailand), Dr. Lesley Harbon (University of Sydney, Australia), Suzuko Nishihara, Ph.D. (Japan Foundation Japanese Language Institute, Jepang), dan Dwi Puspitorini, S.S., M.Hum. (Universitas Indonesia, Indonesia). Tahun ini AISOFOLL mengangkat tema "Social, Cultural and Political Contexts of Language Education in the 21st Century". Acara tersebut diadakan selama dua hari di Harris Hotel, Jakarta.

Sekali lagi terima kasih untuk acara tersebut :)

Jangan pernah bosan mencari ilmu!


post-graduate students, Bu Cis and undergraduate students of Indonesian Studies, FIB UI

with Associate Professor Lesley Harbon from the University of Sydney
(from left to right: Hanung, Nindy, Prof. Harbon, Me, Evi, Nadia)

The 5th AISOFOLL @ Harris Hotel, Jakarta

with Bu Cis (the director of SEAMEO QITEP in Language, Dr. Felicia N. Utorodewo, S.S.)

November 08, 2014

Buka Mata Lebar-Lebar

Sore tadi saya dikejutkan oleh video sosialisasi gerakan antidemokrasi terhadap NKRI yang dikeluarkan oleh sebuah organisasi. Video tersebut muncul di laman utama Facebook saya. Di-share oleh seorang senior dari Program Studi Indonesia. Yang membuat saya terkejut adalah narasumber video yang mengenakan jaket kuning dan disebut sebagai "Aktivis Mahasiswi UI".

August 03, 2014

Write, Draw, Think, and Sing



Hello, stalky readers. When you open the link to my blog, you gotta admit that you stalk me, somewhere, somehow. But that's okay, though, I deeply reckon that "blogging" is not 'in' anymore. Or at least it's not 'in' where I come from. But I'm gonna keep the writing spirit and continue blogging. So, thanks for clicking the link, Fox :)

For the past few years (very few, I think it's just a couple of years), my interest in writing on my blog keeps lingering. And somehow, I think this is really bad, because, you know, I keep my creativity out on my blog. Like when I was in my middle through high school, blogging is always a new thing. Everyday I feel that way. That makes me sad, knowing I don't have time to blog anymore, it means I can't make something new. I feel something rots inside me. I can't even remember the last time I pick up a pencil and draw. It's THAT bad. I forget how to draw :'( I consider this is my own fault, not trying to get something new everyday like I used to. So, from now on, I'm gonna start blogging again. So the creativity will come out and I can make something cool again.

To help me with the vibe, let's just pretend that it's my first blog post. Then, I have to introduce myself again. Officially.

"Hello, Fox. My name is Indraswari Pangestu and I live in Jakarta, Indonesia. I'm 20 years old and currently in love in reading books. I go to Universitas Indonesia, Faculty of Humanity, and taking a focus on Indonesian Studies (some of you call it "Indonesian Literature"), majoring Linguistics and Literature. I'm a freelance designer and have worked with several clients and events (freely and paid), I'll give you the list of my selected clients at the very end of this post below, so hopefully you'll work with me someday o:) You may have known me from several events too, like Love and Play Mixtape or a blog post called "Sulutan Api di Bumi Mahakam", yeah, that's just me, featured in events.

I have big dreams like everybody else. Like I want to work in DC Comics, or live in Boston, or do a world trip and end it with United Kingdom, or I want to be a cool polyglot and read books in many translations, or I want to be a mightier writer than Ernest Hemingway, Haruki Murakami, and Edgar Allan Poe. That's just big dreams, big dreams. I might be slightly idealistic, but I'm actually very very very realistic. What makes me different from anybody else with big dream is, I'm the daughter of Gods and Goddesses. Yep. Try to beat that, Fox. That's how confident and cool I am. No, actually, I'm surrounded by cool people that willingly want to help me. It's, now, my time to help those Gods and Goddesses. I'm gonna be a cool heroine :)

It's nice to meet you, Fox."



Oh, how I miss that look. That's my theatrical acting debut, but not the first time I've been in a theatre production. I surely wanted to become one after seeing Laskar Pelangi: The Musical. How shallow. It's never that easy to be in a theatre play. Now, I have a very short hair, wanting to look like Agyness Deyn. But keep forgetting that I have a wavy, curly hair XD but I still look cool. I always look cool. Okay.

So, now, to keep the vibe going on, I also made changes through my post labels. On the left side of this blog, you'll see widgets. The post labels are the one I call 直子さん の 道 (Naoko-san no michi, 'Ways of Naoko'). I don't know if it's the correct writing or not, if it's not, then feel free to tell me :) I take Naoko from Norwegian Wood (by Haruki Murakami) as a tribute. I just want to make the labels sound interesting so I made it to look like paths. There are four labels on this blog: Northwrite Avenue, Westdraw Boulevard, Eastthink High, and Southsing Street.



NORTHWRITE AVENUE
I keep all of my writings in Northwrite Avenue. Literature pieces like poems, fictions, even reviews and travel journal will be kept in this one. As a student of Indonesian Studies, I feel like it's my duty to keep on writing literature. It doesn’t matter if I write it in English or Indonesian, I feel like I have to write. Reviews are something that I rarely do. When I finish a book, I surely have a lot to say, but that's it. I just never write my critics. So, I'm gonna start writing reviews. Then, travel journal is also new for me too. That one looks 'in' nowadays, so I'm gonna try to write about my travels too. Even though I'm not a constant traveler. So, if you're curious about my writings, feel free to click Northwrite Avenue :)



WESTDRAW BOULEVARD
This is where my portfolio at. All about art, designs, and drawings, I keep it here. I'm always asked to make something-something for events, especially campus events that require free designs. It's okay for me to do something freely, Fox. But, I gotta be honest. I need money nowadays. Like for real, I'm not kidding. I want to continue study, to a post-graduate program. I can't rely on my parents no more. I start to save my money radically. So, if you Fox have something in mind, to help me and to help yourselves, if you like my designs and drawings, please contact me. I'll let you pay as much as you can, I'm very open. One of my lecturer always tell the students, "Don't take people's money from the thing you love. The money will come by the time it wants to come". This keeps me positive :) I put my LINE ID and e-mail up on the widget, contact me whenever you want. And, oh, don't forget to check my portfolio on Westdraw Boulevard before you contact.



EASTTHINK HIGH
I sometimes have something rad in my mind, and I obviously cannot control it. Posting those thoughts on my blog helped me a lot. My shoulders feel lighter. I gotta admit, some of my thoughts might sound shallow and big at the same time. That's just how my head's going on, really, I can't stop it. Besides, I think it's nice for an individual to think that much, especially us, in a country that can't systematically think about anything. Ever wondered why there's no thinker from tropical countries? Yeah. Let's start thinking about anything. The smaller it gets, the wiser you'll be. Littlest things have the biggest power.



SOUTHSING STREET
Yeeeuuppp, I can't lie that I still love to sing and play guitar. Even though I hardly touch Greta, Cassidy, Jude, and Bob no more. Those are my guitars' names. Southsing Street is where I keep my music on. I promise I'll post my YouTube videos and Soundcloud here. You just gotta be patient. I used to actively play in bands. I'm looking forward to create another band, though. The one that will constantly practice every week and get gigs and record something for real. I want to be the singer. It's okay if I have to sing and play guitar or bass at the same time. I just want to sing.

So, Fox, those are the good vibes to keep me write on my blog. Please kindly help me by reading it constantly. I'll post constantly too. Blogger never die (I know this sounds cheesy) . Cheers.

click here for the promised selected clients :)

July 19, 2014

#4 Diadem, #5 Coronal

DIADEM

I've seen the realm of dewfall
With jaundiced lamps and golden candelabrum
Smear of cloud on your feet
flickering all over the place.

Lord, was it heaven?
But it was some time ago
Oh, my dearest Kind
It was just some time ago.

Now some time has gone
Your nightmare comes right
Slumber of being trampled, my Dear
Because you were by oneself.

Look for a devotee
Please,
behold of yourself,
you wish you were dead.

Abigail, please dispatch me some aid.

For what I'm about to write.


CORONAL

I've been wanting to write this for some time. And I will not, somehow, regret the usage of my language.
Pardon my grammatical mistakes. Or, any mistakes really. It's just, I feel much more comfortable writing in English. Because there are some words I just can't express in ours.

I love being awake in the middle of the night. I just, again, love it. It's not that I never sleep, although my record of staying awake was more than 48 hours. Yes, 48 hours with no single snore. But this is just me nowadays. I love my lonely nighttime. There's a divine elaboration of that word, 'nighttime', "the time between evening and morning; the time of darkness.". That's the coolest definition I have ever heard for such a long time. Nighttime. The time of darkness.

There are few things that I'd lovely consider to be my favorite things at nighttime. It's the mad silence. You can just listen to it. No sound. Yet, it would keep you awake. It's the madness. Your mind starts flowing out. It trembles you. And you begin to hate yourself, or incredibly satisfied with yourself. It scares you. You wish you were dead. You wish you had an illness. You simply just want to die. That's not just the silence speaks to you. It's your mind.

How uncanny of myself to think that I'm the only one feeling like this. I, sure, highly doubt it. But what differences does it make to feel this way, with those people that also think like this. They probably had accomplished their suicidal thought. Or probably got a great treatment like Naoko from Norwegian Wood. Anyway she still killed herself though. But, maybe it's just me who want to think like this. That's the thing though. I love considering myself as a very ill-minded person. A crazy one. I want to be a basketcase. I want to be invincible above my invisibility. That's the real thing. I want to go to a psychiatrist. I don't feel well. That's what I thought. If I just look alright, there's the twist, I want to be not-well. I mean, isn't that just odd enough? To feel that way?

July 02, 2014

Happy Spamming Birthday, Shofi!

So I did a little treat for a best friend of mine. Some people think this was cool. But actually this was the least I could do that day. I did a very annoying spam for her. You guys might be one of my spam victim because I changed and posted annoying picture everywhere. Literally everywhere. All of my social media accounts were filled with this image:


I couldn't meet her in July 2nd, so this is a little treat to sum up the missing link. Okay, not the Darwin missing link. So, suck your twentieth birthday Shofi Sari Azima :)



May 14, 2014

Don't Compare

Hal pertama yang ingin saya sampaikan kepada Jared Diamond setelah membaca buku The Third Chimpanzee: The Evolution and Future of the Human Animal adalah, "Sir, we are nothing, don't compare".

Dengan menyadari apa-apa dalam dunia ini, justru semakin jelas siapa-siapa bukanlah apa-apa. Tanpa merendahkan derajat manusia dengan membaca The Third Chimpanzee pun, saya sudah lebih dulu bukan apa-apa. Hal spesial apa yang terdapat dalam "bukan apa-apa" itu? Tentu saja spekulasi-spekulasi ilmiah tentangnya. Metode apa yang membuktikan bahwa saya bukan apa-apa? Apakah teori bukan apa-apa itu? Siapa yang lebih hebat antara manusia dan benda-benda lainnya? Semuanya dapat dijelaskan dengan istilah-istilah pintar yang tentu membuat kamu terlihat pintar. Padahal jika kamu mau mencari, jawaban bisa saja terletak di atas kasurmu ketika kamu tertidur di malam hari, ataupun di kelas saat kamu menganggap pelajaran yang kamu terima sekarang itu tidak seru.

Yaaaa, kita ini bukan apa-apa.
Haruskah kamu bandingkan dengan apa-apa?

Jared Diamond membandingkan manusia dengan hewan untuk membuktikan bahwa kita bukan apa-apa.

Dan Jared Diamond kini sudah lebih dulu menuliskan The Third Chimpanzee sebelum saya menuliskan "bukan apa-apa" milik saya.

Saya sudah diberikan kesempatan menarik untuk membaca The Third Chimpanzee oleh Jared Diamond. Sejujurnya buku ini adalah bahan laporan bacaan mata kuliah Pengantar Filsafat dan Pemikiran Modern dari fakultas saya. Jared Diamond was the writer of Guns, Germs, and Steel. Won a Pulitzer prize in 1997 (pretty cool, right?). Somehow, The Third Chimpanzee ini dipenuhi oleh "overreacting speculations" menurut saya pribadi. But it's perfectly fine since scientists too, did a weird overreaction through their research, and they did, invented something. Penjelasan-penjelasan dalam buku ini bisa dibilang sangat wow, dengan penjabarannya yang begitu panjang untuk secuil spekulasi. Untuk menyatakan bahwa bahasa manusia dengan bunyi-bunyian hewan memiliki kemiripan saja hasil penelitian dan pencarian data yang dilakukan Diamond dijabarkan dengan panjang lebar selengkap isi kotak pensil masa SD pas baru masuk sekolah (Oke, saya juga bingung kenapa analoginya seperti itu).

Mungkin di sini ada yang suka dengan spekulasi-spekulasi ilmiah? The Third Chimpanzee, sangat boleh Anda coba baca. Serius, buku ini sangat menarik. Plus, after you read it, you'll probably realize that our (human) uniqueness is meeeehhhh-nothing. You'll question your penis size.


Jared Diamond's Comparative Arguments Between Human and Animals in The Third Chimpanzee: The Evolution and Future of the Human Animal (through the eye of part three)

     Setelah membahas sisi keunikan biologis manusia dalam bagian dua, “An Animal with a Strange Life Cycle” (dalam buku The Third Chimpanzee: The Evolution and Future of the Human Animal), Jared Diamond kembali menjabarkan spekulasinya tentang keunikan manusia dari sisi lainnya dalam bagian tiga, “Uniquely Human”. “Uniquely Human” berisi tentang penjabaran Jared Diamond tentang keunikan manusia dari sisi kebudayaan. Diamond memilah bagian ketiga ke dalam empat bab yaitu “Bridges to Human Language”, “Animal Origins of Art”, “Agriculture’s Mixed Blessings”, dan “Why Do We Smoke, Drink, and Use Dangerous Drugs?”.
     Jared Diamond membangun spekulasi-spekulasinya dengan cara membandingkan manusia dengan hewan untuk mengetahui seberapa besar keunikan manusia di dalam kehidupan. Pertanyaan utama dalam bagian ini adalah, “seberapa unik manusia di alam semesta ini?”. Dari sisi kebudayaan, Jared Diamond mencoba membandingkan atau mempertanyakan bahasa, seni, agrikultur, dan penggunaan kimia dalam kehidupan manusia.

I.
"Bridges to Human Language"

     Penggunaan bahasa oleh manusia dipercayai sebagai pemicu terjadinya the Great Leap Forward, ‘lompatan jauh ke depan’, yaitu suatu tahap ketika inovasi dan kreasi berkembang pesat. Namun, asal usul bahasa tidak dapat dilacak dengan sempurna. Bahasa tidak mempunyai peninggalan arkeologis karena pada dasarnya bahasa adalah suatu tanda bunyi yang dihasilkan manusia yang menggunakan sistem. Jika ditemukan artefak-artefak berupa tulisan, berarti bahasa sudah berkembang jauh sebelum tulisan tersebut dibuat. Akan tetapi kembali tidak dapat dilacak asal muasal bahasa tersebut.
     Jared Diamond dalam “Bridges to Human Language” mencoba memberikan spekulasi tentang asal muasal bahasa manusia. Ia menyebutkan bahwa Homo sapiens sudah mempunyai daftar kata-kata jauh sebelum munculnya the Great Leap Forward, akan tetapi bahasa manusia di kala itu belum mempunyai tata bahasa yang kompleks ataupun pola sintaksis yang digunakan dalam bahasa manusia kini. Artinya spekulasi tersebut menyatakan bahwa bahasa awal manusia hanya terdiri dari satu atau dua kata saja.
    Tujuan dari bab “Bridges to Human Language” adalah menyangkutpautkan bunyi-bunyian yang dihasilkan hewan dengan bahasa manusia. Diamond berusaha untuk membuktikan bahwa pola bahasa manusia adalah sama dengan bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh hewan. Kesamaan tersebut akan dibuktikan melalui kegunaan bahasa dan bunyi-bunyian.
     Salah satu hewan yang paling sering dijadikan bahan eksperimental untuk meneliti bahasa adalah monyet berjenis vervet. Monyet vervet dipercaya memiliki kata-kata untuk berkomunikasi. Ada sepuluh kata yang dapat dihasilkan oleh monyet vervet. Sepuluh kata ini terbagi menjadi dua kategori yaitu predator calling (‘panggilan untuk pemangsa’) dan type of grunts (‘tipe-tipe dengkuran’). Predator calling digunakan untuk memperingati kedatangan pemangsa seperti leopard, elang, ular, babun, dan pemangsa lainnya. Monyet vervet mempunyai cara-cara tersendiri untuk menjelaskan kedatangan pemangsa-pemangsa tersebut. Teriakan dan tingkah laku monyet tidak sama untuk setiap kata. Adapun type of grunts adalah cara monyet vervet membaur terhadap suatu tatanan sosial.
     Masalah terletak pada skeptisnya manusia terhadap hewan. Pendapat mengenai bunyi-bunyian yang mirip dengan kegunaan bahasa manusia dipercaya sebagai (tidak lebih dari) sebuah hipotesis yang kompleks yang tidak mempunyai bukti-bukti positif. Skeptiks percaya bahwa hanya manusia yang dapat membuat sinyal-sinyal terhadap suatu kejadian. Namun Diamond pun kembali mengajukan argumennya tentang sinyal-sinyal tersebut.
     Zoologist menemukan kesamaan observasi terhadap manusia dan hewan dalam hal membunyikan sinyal. Percobaan dilakukan terhadap predator calling yang dibuat oleh manusia. Pada kenyataannya, ketika manusia melihat satu sosok leopard dalam suatu ruangan, ia pun akan berteriak atau mengeluarkan satu atau dua kata saja seperti, “ah, leopard!”. Gejala tersebut (teriakan dan jumlah kata yang terdiri dari satu atau dua saja) mirip dengan sinyal yang diberikan monyet vervet untuk kedatangan pemangsa. Artinya, manusia memiliki kesamaan dalam membunyikan sinyal tanda bahaya.
     Bukti kesamaan lainnya terdapat dalam the learning process, ‘proses pembelajaran’. Manusia memiliki tahapan untuk mencerna dan menggunakan bahasa. Seorang bayi tentu tidak dapat menggunakan bahasa yang kompleks seperti orang dewasa. Monyet vervet pun demikian. Seekor bayi monyet vervet mempelajari cara-cara melafalkan predator calling dan type of grunts. Sama seperti manusia pula, pada awalnya terjadi banyak kesalahan dalam pelafalan. Bayi manusia dan bayi monyet vervet juga mempunyai kebiasaan untuk mengeneralisasi hal-hal yang mereka lihat. Ketika seorang bayi melihat anjing, ia akan mengeluarkan kata “gukguk!”, begitu pula ketika ia melihat kucing ataupun hewan domestik berkaki empat lainnya. Generalisasi seperti hal tersebut juga terjadi untuk bayi monyet vervet yang masih belum dapat membedakan kedatangan elang ataupun burung lainnya.
     Perbedaan bahasa manusia dengan bunyi-bunyian yang dihasilkan hewan dapat dilihat dari kuantitas kosakata dan susunan gramatika. Tentu manusia mempunyai kosakata lebih banyak daripada hewan. Sebuah kamus bahasa Inggris dapat mencatat lebih dari 142.000 kata sedangkan bunyi-bunyian hewan yang paling sering diteliti (monyet vervet) hanya dapat ditemukan sepuluh kata. Adapun susunan gramatika yang dimaksud adalah pola susunan kata mulai dari kalimat aktif dan kalimat pasif. Bunyi-bunyian hewan hanya terdiri dari satu atau dua kata tetapi manusia dapat menyusun satu kalimat yang dapat membedakan makna kalimat satu dengan kalimat lainnya.

II.
"Animal Origins of Art"

     Dalam bab berikutnya “Animal Origins of Art”, Jared Diamond kembali membandingkan kemampuan hewan dan manusia. Hal yang dibahas dalam bab ini adalah seni. Seni bagi manusia hanya digunakan untuk kepuasan tanpa keinginan untuk membedakannya dari kebiasaan hewani. Jika seni bagi manusia hanya digunakan sebagai alat untuk mencapai kepuasan saja, lalu di manakah letak perbedaan intelektual manusia dengan kesenian burung yang dapat bernyanyi? “Animal origins of Art” menyatakan tiga kriteria yang dapat membedakan seni manusia dengan hasil produksi hewan. Namun ketiga kriteria tersebut dapat dibantah oleh Jared Diamond. Kriteria pertama adalah pernyataan Oscar Wilde yaitu “art is useless” yang berarti ‘kesenian tidak mempunyai kegunaan’. Kriteria pertama dapat dibantah melalui seni manusia dan seni hewan karena pada dasarnya seni juga mempunyai kegunaan terutama dalam sexual seduction (godaan seksual) dan indirect benefit (pemasukan tidak langsung). Dalam kasus burung bower, mereka membuat sarang berbentuk pondok cantik (mirip tempat bermain anak-anak) untuk membangkitkan hasrat seksual lawan jenisnya. Hal tersebut juga dapat dilakukan manusia dengan seninya. Adapun indirect benefit didapatkan manusia berupa kekayaan ataupun popularitas.
     Kriteria kedua adalah seni sebagai alat kepuasan semata. Dalam hal ini Jared Diamond menyatakan bahwa kriteria kedua adalah hal yang tidak dapat terjawab karena kita tidak dapat menanyakan kepada hewan apakah mereka mendapatkan kepuasan setelah membuat suatu produk hewani. Dengan kata lain, kriteria kedua tidak dapat dibuktikan atau dibandingkan dengan manusia. Adapun kriteria ketiga adalah cara penerimaan seni tersebut. Manusia dan burung bower sama-sama menerima seni dengan cara mempelajarinya sendiri dan bukan dengan mendapatkan warisan gen.
    
 III.
"Agriculture's Mixed Blessings"
"Why Do We Smoke, Drink and Use Dangerous Drugs?"

    “Agriculture’s Mixed Blessings” dan “Why Do We Smoke, Drink, and Use Dangerous Drugs?” banyak menjabarkan tentang protes Jared Diamond terhadap perkembangan kebudayaan dalam hal teknologi. Diamond, dalam “Agriculture’s Mixed Blessings” menyatakan bahwa perkembangan pesat dalam kehidupan manusia ditandai dengan berpindahnya cara mendapatkan makanan dari food gathering (mengumpulkan bahan makanan dengan cara berburu atau mengumpulkan buah-buahan) menjadi food producing (agrikultur, bercocok tanam sendiri dan beternak hewan). Food producing menstabilisasikan bahan makanan sehingga manusia tidak pernah kekurangan makanan. Hal ini disebut juga sebagai tahap kemajuan peradaban. Akan tetapi food producing juga mendapatkan oposisi yang keras karena pada akhirnya produk-produk makanan yang sekarang beredar menyebarkan penyakit berbahaya, malnutrisi, dan jangka waktu hidup manusia yang pendek. Selain itu food producing juga membuat perbedaan tatanan sosial dalam manusia, artinya orang kaya akan semakin gemuk dan orang miskin akan semakin kurus. Adapun penggunaan bahan kimia dalam “Why Do We Smoke, Drink, and Use Dangerous Drugs?” dinyatakan sebagai kejahatan sempurna yang tidak hanya merusak manusia tetapi alam dan fungsi biologisnya. Kedua bab tersebut, “Agriculture’s Mixed Blessings” dan “Why Do We Smoke, Drink, and Use Dangerous Drugs?” menyatakan hal yang sama bahwa manusia yang mengalami perkembangan pesat tidak lebih baik dari hewan yang mempunyai teknologi hanya sebagai alat untuk bertahan hidup (dengan beradaptasi).

May 11, 2014

Until Jane Doe do us part

Sejak kemarin saya memulai perenungan baru (yang sebenarnya ada sejak lama). Perenungan itu adalah rasa. Rasa terus hidup, hidup terus merasa.


Dalam perenungan ini, saya ditemani (bukan digurui, diajari, apalagi diludahi) oleh Dommy, Go Kong, dan Lien. Krucil yang seperti mic itu Dommy. Krucil berwarna merah yang seperti bunga teratai itu Lien. Krucil terakhir yang seperti rambut Goku (atau Kakarot) itu Go Kong. Mereka lucu. Mereka kawan. Selamat datang di rumah burung Jalak, para kaktus!

Dan...
Pagi ini saya cerita kepada Dommy, Go Kong, dan Lien...
"Saya mengerti dan tidak mengerti dukacita"...

Yaa, cerita rasa pertama saya kepada mereka adalah dukacita. Selalu saya ingat, duka adalah cita. Tahu kenapa ada kata cita di belakang duka? Karena duka adalah hasrat cita. Saya mengerti dan tidak mengerti. Mengapa harus ada dukacita seiring dengan kematian? Rela dengan pertanyaan, lega dengan pertanyaan. Bukti bahwa saya pun memiliki rasa. Rela dan lega. Berani rela dan lega? Mampu rela dan lega. Selamat!

Semoga cinta Ibunda terus berlanjut sebagaimana cinta kita kepada Ibunda menemani latar belakang kita.


Semoga kita mampu, Kawan.
Rela dan lega.
Ibunda rela dan lega di kahyangan.

Ada yang datang ke rumah. Membawa hal-hal manis.
Tidak bersumpah serapah. Hanya haru dan tangis.

Until Jane Doe do us part.

March 16, 2014

Sekarang Melaju, Tak Lagi Menghitung

Sekarang kita sudah di sini, Kawan. Kita tak lagi menghitung. Produksi Samsara sudah selesai. Perasaanku gamang. Dipaksa melupakan latihan tiap sore di FIB. Apakah aku akan bertahan, Kawan? Tentu. Aku punya waktu untuk melepas kegamangan. Tapi apakah waktu mampu? Waktu selalu mampu. Mari kita kembali ke berikut-berikutnya. Mencari kembali kesenangan ini. Terasa miris, seperti pengemis kesenangan. Tapi ini betul. Aku pengemis emosi. Mari kita sama-sama telanjang lebih dulu, agar tahu bahwa kita memang pengemis koplak.


Mengapa kita harus terus melaju? Bolehkah kita mati bersama-sama di puncak kesenangan? Aku tahu kamu mati, oleh karena itu: aku juga mati. Vice versa. Apa yang harus kuhitung setelah ini? Kesenangan baru? Keluh kesah baru? I'm here, John, that's why I'm asking. I'm crying, but I'm not mad nor sad. Mari, setelah ini kita kembali ke rutinitas anjing. Menjadi pendosa dalam hal lain. Ingatlah, Kawan, kita selalu punya tempat untuk kembali ke romansa waktu luang. Waktu untuk kita melakukan apapun.

Sungguh tidak dapat disadari, sekaligus dapat disadari mengapa Tuhan menciptakan akhir. "Aku ikhlas, tapi kecewa". Dan apakah akhir itu benar-benar akhir? Aku kira tidak. Mungkin kita justru kembali memulainya. Mengulangnya. Memakinya. Seperti Samsara. Aku akan menjadi Mr. Wonderful karya Daniel Clowes. Bodoh dengan akhir menyenangkan.

Mungkin kamu-kamu kurang mengerti apa yang saya coba sampaikan dalam tulisan ini. Tapi inilah perasaan acak setelah dua malam di Gedung Kesenian Jakarta selesai. Tak terbayangkan kemarin masih bisa tidur di ruang penuh poster kuno. Duduk di bangku penonton, melihat teman-teman setting di atas panggung mencoba ini-itu. Dirias di ruang make up. Menjadi tokoh dengan kostum jablay Thailand. Oke. Inilah yang nanti akan aku rindukan juga. Setelah semua selesai, rindu memang merindu. Aku tetap aku, tapi rindu juga terus merindu. Aku tidak dapat melakukan apa-apa selain mengenang.

Terima kasih teman-teman produksi Samsara. Semoga kita tetap bisa terbang sebagai burung dara.
Hayuk, kita after party.


Foto: Indraswari Pangestu, Pagi Buta

March 09, 2014

Hitung Mundur Menuju Samsara

Ada kalanya waktu luang harus diisi dengan pikiran. Kamu menatap lampu kamarmu di malam hari, "Apakah manusia masih harus bangun di dunia tanpa ancang-ancang untuk bangun di neraka? Apakah kita kacung kehidupan dan bersyukur untuk sekadar menjadi babu?". Mungkin memang itu esensi waktu luang. Kamu berpikir. Kamu sok tahu. Akan tetapi ada pula kalanya waktu luang harus diisi dengan kegiatan yang spontan kamu ikuti. Terjun ke jurang. Membunuh mantan pacar lalu membuang mayatnya di tol. Melakukan sesuatu yang tidak pernah kau lakukan. Saya pernah menari di romansa waktu luang. Bersama teman-teman, saya bernyanyi tentang pilu dunia tanpa maupun dengan rasa. Kamu menyanyikan "Rasa" dengan senyuman, kamu menipu dirimu sendiri. Kita masih bisa memakai topeng-topeng ini. Tapi apa kamu berani memakai topeng syukur, Kawan?


Mulai bulan Desember 2013, saya mengikuti sebuah produksi teater di kampus. Teater Pagupon, sebuah biro dari IKSI FIB UI hadir sebagai laboratorium teater untuk mahasiswa. Teater Pagupon mempersembahkan produksinya yang ke-89 berjudul Samsara. Saya akan bermain di sini (menjadi tokoh dalam pementasan). Beradu akting dengan senior-senior yang dengan sepenuh hati saya kagumi. Sungguh sangat kagum. Sampai-sampai menjadi beban. Lalu parahnya, kami dipaksa menari ala-ala Jawa yang katanya baru akan jago setelah 10 tahun rutin menari. Kami menari baru dari bulan Desember. Emosi yang kita dapatkan di sini begitu lucu. Miris. Sebelumnya saya pernah ikut produksi Bulan Bujur Sangkar, naskah Iwan Simatupang. Akan tetapi saya bernyanyi di sana. Menyanyikan dan kembali ke pilu.

Sungguh banyak emosi yang hadir lalu pergi selama saya menari di romansa waktu luang. Saya sudah merasakan bahagia, sedih, marah, letih berkepanjangan, dicurangi, direndahkan, ditinggikan. Semua terjadi di dalam intrik pementasan ini. Sungguh emosi apa yang bisa kamu tampung dalam waktu secepat ini? Teman-teman baru yang saya dapatkan di sini, menjadi teman yang mungkin tidak akan saya temukan lagi. Hanya sampai di pementasan ini. Kecuali jika nanti kita bertemu lagi di pementasan-pementasan berikutnya. Lalu emosi yang saya rasakan adalah rindu. Rindu jika kita tidak lagi bisa seperti ini. Memaki-maki, meludahi, menjadi pendosa. Kita berkenalan di Malang, kembali berkenalan di Jakarta. Mungkin kita akan berkenalan kembali di pementasan nanti.

5 hari lagi, Kawan. Apakah kamu tidak merasakan hal yang sama?


Foto: Anas Prambudi, Awan Sandi

July 21, 2013

I am Yi

You've always been the poet people adore.

Ketika aku mampu menyanyikan bait terakhir dari kita, aku harap nyanyian ini bukan sekadar janji belaka. Janji-janji tentang bintang di pegunungan, tentang kecupan di keningmu, tentang tafsir-tafsir kehidupan, semuanya adalah sama, sekarang telah menjadi kebohongan sia-sia. Janji-janji masa depan yang tidak dapat aku tepati adalah hal yang paling membuatku sadar akan lucunya manusia di mata iblis. Aku kembali dipermalukan. Dan karena dirimu lah yang selalu menjadi pujangga di antara kita, berikan semua beban ini kepadaku. Sejak dulu selalu aku yang mudah tertipu iblis. Maafkan diriku untuk hal itu. Maafkan aku untuk bait-bait ini.

"Kehidupan ini seimbang, Tuan. Yang hanya memandang keceriaannya saja, dia orang gila. Yang memandang penderitaannya saja, dia sakit." (Pramoedya Ananta Toer). Aku ini pemetik langkah kehidupan. Tidak picik, tidak licik. Semua tindakanku memiliki arti seperti Cina. Kritikku indah seperti tanah. Tanahku menghadirkan karya, airnya menumbuhkan mimpi. Yang aku pikirkan kala itu, mengembalikan segalanya. Seperti jatuhnya Adam dari surga. Dan apa yang akan aku lukis, sedang aku lukis, dan telah aku lukis adalah kemanusiaan dan kematian dalam wujud lain-lain. Aku masih hidup.

Step by step, heart to heart
Left right left
We all go down like toy soldiers.

Bit by bit, torn apart
We never win
But the battle wages on for toy soldiers.

I'm supposed to be a soldier
Who never blows his composure
Even though I hold the weight of the whole world on my shoulders,
I am not supposed to show it
My crew ain't supposed to know it.

Like Toy Soldiers (Eminem)

This life that I lived
This life that I will live
My unchanging life

Repetitions of ups and downs
Repetitions of joy and sadness
Repetitions of love and separation
My life turns and turns

Remembrance (Leessang)

Mungkin aku bernyani layaknya boneka, mungkin aku bernyanyi layaknya anjing yang menggonggong. Tapi tiap bait yang aku nyanyikan adalah jiwa yang dipermalukan. Dan ingatlah, Kawan, atas hal ini: semua tindakanku memiliki arti seperti Cina, dan hujatan-hujatan ini selalu kembali kepada diriku. Karena selalu kau yang menjadi pujangga dan aku hanyalah boneka masyarakat. Aku akan segera pergi dari sini, membuat dunia berputar ke arah yang berbeda.



May 21, 2013

Dicampur

Aku cuma seorang kapiten dengan baju badut
Sialan! Diriku mabuk peranan sedangkan daun-daun melamun
Alangkah pongah asaku mengaku dewa
Di mana letak retaknya jantungku


Padahal tomat-tomat dilumat ulat dan burung bertarung
Babilonia bukanlah tempat ibadat untukku
Tetapi, ya, di sini aku tantang dirimu mencium jambu tirani


Ha! Hahaha matamu menjadi buta ketika diriku membuka pintu
Dan alasnya menganyam warna-warna gerhana


Berkah adalah persamaan
di mana dewa-dewi meladeni pengantar ruh
dan teman surat.





Hasil adu-aduan pikiran Indras dan Rizky





Related posts:
Jumper

May 18, 2013

Kata Crius dalam Saya

Ah, hakimku, apakah adil untukku membicarakan ketidakadilan? Aku begitu sering membanding-bandingkan manusia dengan makhluk-makhluk lainnya. Melihat kekuranganku dari perbandingan-perbandingan itu. Menjadikan perbandingan sebagai kekuatan, untuk menjadi seperti matahari, seperti bulan, seperti gunung. Mudah-mudahan aku kurang melakukan manusia dengan manusia. Sungguh menjadi sangat rendah setelah aku melakukannya. Apa dayaku? Adilkah untukku membicarakan ketidakadilan? Si "kekayaan" ini begitu menyenangi kepura-puraan, penipuan. Ah, betapa ia melukai irama dan ilalang. Pilih kasih babi. Aku akan menyombongkan keberhasilanku jika aku berhasil membuat si sombong menjadi tidak sombong atas peranan itu. Betapa bumi hanyalah bingkai saat bulan tidak ada, dan bulan adalah bingkai saat bumi tidak ada. Satu per satu kami adalah bingkai, kemudian kami menjadi lukisan. Tapi, teman besarku, kau tidak menyadarinya. Aku pun sakit pada bagian dada. Karena sungguh tidak adil untukku membandingkan kamu dengan manusia lainnya, tapi hal ini seperti kacang. Seperti tanggalan tahun kabisat.

KATA CRIUS
Tanyakan kenapa Tuhan begitu ilmiah
Begitu abstrak
Nyata
Tanyakan itu kepada daun

Sebagaimana ia memasukkan bangau ke dalamnya
Gemulai
Sombong
Karena awan tak berwujud itu sederhana

Kalimat-kalimatnya sederhana
Sesederhana derajat langit yang beruntung pada keindahan
Besar
Berwibawa

Dalam saya

Sungguh indah kata-kata sederhana itu
Maknanya sebesar Tuhan
Seputih mani
Lelaki sombong menyapa keluguan

Kepura-puraan dengan hujatan anjing menderu-deru
Karena wanita hanya menunggu
untuk ditelanjangi keluguannya
egois dalam egois dalam egois



April 16, 2013

Mencari Kebahagiaan dan Harga Diri

Untuk Max, yang mengira orang-orang di pinggir jalan adalah benda-benda yang kamu lewati dengan cepat.


Aku selalu dibuat bingung dengan kalimat "aku sedang mencari kebahagiaan". Ketika kalimat itu kamu ucapkan lalu kebahagiaan itu kamu dapatkan, betapa menyedihkannya kebahagiaan yang kamu cari-cari itu. Untuk berbahagia saja kamu harus mencarinya? Pikiran seakan menjadi pajangan amarah saja. Sungguh hebat hal yang bisa dilakukan pikiran untuk dirimu, Sayang, tapi kamu sungguh tidak menyadarinya.


Apakah yang kau rasakan itu?
Bahkan matahari pun mempunyai peredaran semu.


Kamu bahkan berpikir bahwa kata-kata mampu membuatku sakit. Bukan. Kata-kata itu milikku, bukan milikmu karena pikiranku mengatakan bahwa gerak-gerikku terbelenggu. Betapa menyedihkannya aku, tidak menyadari kehadiran kebebasan dan tidak mencoba untuk mengubahnya. Betapa menyedihkan hidup orang sepertiku.


Manusia sama menyedihkannya satu sama lain. Aku munafik.


Apakah tiap kali aku mencoba sesuatu, aku akan membuktikan harga diriku? Harga diriku terhadap apa? Bahkan masyarakat pun buta akan syukurnya terhadap Tuhan. Aku tidak bersedia dihargai oleh orang-orang seperti itu. Aku akan membuktikan hargaku terhadap Tuhan bahwa setidaknya aku mampu mengingat kehidupan. Kamu yang mengingatkanku tentang kehidupan, Sayang. Dari sana aku pun mengingat Tuhan. Maaf, Sayang. Tapi akulah yang membuat kata dan kalimat menjadi sangat menyakitkan. Ini bukan bisikan Iblis. Iblis hanya menunggu. Ia menyediakan tempat untuk ego manusia. Barulah Tuhan melakukan cap-cap sesuka hatinya.


Terima kasih atas tawa semu terhadapku yang kamu lontarkan malam ini.


Sungguh bukan kata-kata yang menyakitkan, Sayang. Sama sekali bukan kata-kata. Betapa aku yang seharusnya menjadi pengingat, dipecundangi oleh ingatan itu sendiri. Ini amarah, aku malu. Aku malu. Aku bukan Tuhan yang selalu benar dan selalu berhasil mengingatkan manusia. Tapi ini aku. Dan aku malu.


Jadi, terima kasih telah mengingatkan bahwa aku mempunyai rasa malu.

Jika sekarang ini aku salah. Bahkan di mata manusia. Tolong, luruskan aku.
Ceramahi aku.
Ingatkan aku lewat dirimu yang indah itu.


Semoga Tuhan masih mau menungguku menunggangi kehidupan, memperbaiki dunia.

March 12, 2013

Kepala

Soundtrack: Arctic Monkeys - Secret Door, Queen - Bohemian Rhapsody


Sungguh luar biasa hal yang dapat dilakukan sebuah kepala di malam hari. Ia tidak menari-nari ataupun berlari. Berdiam pun mampu membuatnya dikagumi. "Hal" menjadi lebih luas dari kepala. Tapi kepala tidak pernah menyerah untuk berpikir seluas hal.