“Kindness in words creates confidence. Kindness in thinking creates profoundness. Kindness in giving creates love.” ― Lao Tzu
Showing posts with label Let's Write!. Show all posts
Showing posts with label Let's Write!. Show all posts

July 26, 2015

JEZEBEL

RATU ISRAEL DAN JUDAH KUNO YANG ABADI:
PENAFSIRAN CERPEN “JEZEBEL” KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA DENGAN PEMAHAMAN HERMENEUTIKA DILTHEY[1]
oleh
Indraswari Pangestu (1206268150)

Hermeneutika—seperti yang dikatakan Palmer (1969) dan dikutip oleh Abdul Hadi W.M. dalam bukunya yang berjudul Hermeneutika Sastra Barat dan Timur (2014)—adalah teori penafsiran berkenaan dengan permasalahan umum dalam memahami makna teks. Adapun, Mircea Eliade, dalam The Encyclopedia of Religion (1993), mengartikan hermeneutika sebagai seni menafsir yang di dalamnya terdapat tiga komponen penting yang tidak dapat dipisahkan, yaitu teks, penafsir, dan pembaca. Dapat disimpulkan bahwa hermeneutika adalah penafsiran sebuah karya yang terkait dengan makna teks dan permasalahan umum.
Istilah hermeneutika pertama kali diperkenalkan oleh Homerus, tetapi kemudian dipopulerkan oleh Plato dalam bukunya yang berjudul Politikos, Definitione, Ion, dan Timaeus[2]. Plato juga mengaitkan hermeneutika dengan spiritualitas sehingga sebuah teks dapat terhubung dengan asas metafisika. Dalam esai ini, penulis membahas tentang penafsiran cerpen “Jezebel” (1999) karya Seno Gumira Ajidarma yang dikaitkan dengan kepercayaan spiritual bangsa Israel dan Judah Kuno. Penafsiran tersebut dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip hermeneutika dari Wilhelm Dilthey (1957).
Ilmu hermeneutika berkembang pesat pada abad ke-19 saat Dilthey menguraikan pemikirannya tentang penafsiran terhadap sebuah teks. Menurutnya, untuk menafsirkan sebuah teks, seseorang harus mengikuti tiga tahapan penerapan hermeneutika, yaitu (1) pengumpulan, pemilihan, dan penafsiran data, (2) penelitian sejarah atau kesejarahan teks, serta (3) penyelesaian lingkaran hermeneutik pemahaman[3]. Ketiga prinsip hermeneutika tersebut dapat digunakan untuk menafsirkan cerpen “Jezebel” karya Seno Gumira Ajidarma yang dikaitkan dengan keadaan historis dan kepercayaan bangsa Israel dan Judah Kuno.
Cerpen “Jezebel” adalah salah satu cerpen karya Seno Gumira Ajidarma yang tergabung dalam antologi cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku (2002). Kumpulan cerpen tersebut diterbitkan di Jakarta oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama. Terdapat sebelas cerpen di dalam antologi tersebut, termasuk “Jezebel” yang dituliskan Seno Gumira Ajidarma pada tahun 1999. Kesebelas cerpen yang terdapat dalam antologi tersebut memiliki latar tempat pantai dan laut, serta latar waktu senja. Cerpen “Jezebel” pun bercerita tentang seorang perempuan bernama Jezebel yang berjalan di tepi pantai pada waktu senja. Seno Gumira Ajidarma menuliskan bahwa cerpen tersebut dikembangkan dari dua buah lagu yang berjudul “Jezebel”, masing-masing dinyanyikan oleh Edith Piaf dan Sade Adu[4].
Tuti Kusniarti, dalam artikelnya yang berjudul “Teks Sastra sebagai Media Komunikasi Antarbangsa (Kajian atas Novel Dari Fontenay ke Magallianes Karya N.H. Dini)” (2010), menyatakan bahwa makna karya sastra tidak bersifat tunggal, tetapi multi-interpretasi yang akan mengungkapkan berbagai dimensi kekayaan teks yang bersangkutan. Hal tersebut mendukung penulis untuk menafsirkan sebuah karya sastra. Dengan demikian, penulis dapat memenuhi kaidah pertama hermeneutika Dilthey, yaitu pengumpulan, pemilihan, dan penafsiran data. Data—seperti yang telah diuraikan di atas—diambil dari cerpen Seno Gumira Ajidarma yang berjudul “Jezebel”. Dalam hal ini, cerpen tersebut dapat ditafsirkan sebagai sebuah karya sastra yang menceritakan penggambaran hari akhir atau kiamat. Selain itu, cerpen tersebut juga ditafsirkan sebagai sindiran terhadap suatu kepercayaan dan juga sindiran terhadap jenis karya sastra eksperimentasi yang populer pada tahun 1970-an. Kedua penafsiran tersebut didukung dengan data tambahan berupa terjemahan New Testament, Book of Revelations dalam Kitab Injil, terjemahan surat “Al-Qariah” dalam Kitab Quran, terjemahan lagu berjudul “Jezebel” karya Edith Piaf, terjemahan Book of Kings bangsa Israel dan Judah Kuno, serta artikel-artikel mengenai keadaan jenis sastra eksperimentasi dan Indonesia. Pengumpulan tambahan data tersebut dilakukan untuk mendukung analisis penafsiran terhadap teks. Setelah pengumpulan, pemilihan, dan penafsiran data selesai dilakukan, hal yang dapat dilakukan berikutnya adalah menganalisis kesejarahan teks.
Penafsiran mengenai penggambaran hari akhir atau kiamat dan sindiran terhadap kepercayaan atau ekspremintasi tidak dilakukan tanpa pendukung. Kajian pustaka historis dilakukan untuk mendukung penafsiran agar bersifat objektif. Tafsiran penggambaran hari akhir atau kiamat dalam cerpen “Jezebel” karya Seno Gumira Ajidarma didukung oleh terjemahan New Testament, Book of Revelations dalam Kitab Injil dan terjemahan surat “Al-Qariah” dalam Kitab Quran.
Dalam cerpen “Jezebel” tidak disebutkan bahwa latar tempat dan waktu menggambarkan keadaan hari akhir. Akan tetapi, deskripsi Seno Gumira Ajidarma memiliki kemiripan dengan deskripsi hari akhir yang terdapat dalam Kitab Injil dan Kitab Quran. Cerpen “Jezebel” dibuka dengan kalimat sebagai berikut.
Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana sepanjang pantai itu [...] Berpuluh-puluh mayat, beratus-ratus mayat, beribu-ribu mayat menghampar tak terbilang disiram ombak yang berdebur dan menghempas dengan ganas bagai membantingkan sebuah pesan yang paling kejam dan paling tak mengenal belas.
Deskripsi naratif tersebut memiliki kemiripan dengan ayat keempat surat “Al-Qariah”. الْمَبْثُوثِ كَالْفَرَاشِ النَّاسُ يَكُونُ يَوْمَ (101:4) ‘pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran’[5]. Selain itu, keadaan dalam cerpen juga memiliki kemiripan dengan ayat ketiga bab keenam belas Book of Revelation. And the second angel poured out his vial upon the sea; and it became as the blood of a dead (man): and every living soul died in the sea[6] (16:3) ‘dan malaikat kedua menuangkan botol kecilnya ke laut; dan hal tersebut menjadikan laut seperti darah mayat: dan setiap jiwa yang hidup lalu mati di laut’.
            Keadaan mayat dalam cerpen “Jezebel” karya Seno Gumira Ajidarma seperti menggambarkan keadaan manusia saat kiamat yang terdapat Kitab Quran dan Kitab Injil. Mayat-mayat yang bergelimpangan di sepanjang pantai adalah manusia yang bertebaran seperti anai-anai. Adapun mayat yang dihempas ombak dengan ganas adalah dampak dari malaikat yang menuangkan botol kecilnya dan menyebabkan kematian di laut. Cerpen “Jezebel” karya Seno Gumira Ajidarma menggambarkan keadaan hari akhir yang diadaptasi dari kitab-kitab.
            Penafsiran berikutnya—tentang sindiran terhadap suatu kepercayaan—didukung dengan adanya Book of Kings bangsa Israel dan Judah Kuno. Dalam Book of Kings diceritakan bahwa perempuan bernama Jezebel adalah istri dari Ahab, Raja Israel Utara[7]. Menurut kepercayaan bangsa Israel dan Judah Kuno, Ratu Jezebel menghasut Raja Ahab untuk berpaling dari Yahweh, Tuhan mereka di kala itu, untuk menyembah Baal yang—dalam New Testament (Perjanjian Baru)—lebih dikenal sebagai Beelzebub sang Iblis[8]. Jezebel lalu menganiaya nabi-nabi Yahweh dan menyebabkan kematian seorang pemilik tanah yang tidak ingin menjual tanahnya kepada Raja Ahab. Hal tersebut membawa Jezebel ke pengadilan. Ia kemudian dihukum mati dengan cara dilemparkan dari jendela oleh para hakimnya. Setelah itu mayatnya dijadikan makanan untuk anjing yang kelaparan. Terjemahan Book of Kings tersebut menyatakan bahwa Jezebel adalah seorang Ratu Israel dan Judah Kuno yang tidak disukai oleh rakyatnya karena suka menghasut untuk menyembah Baal sang Iblis. Umat Yahweh kemudian mengutuk Ratu Jezebel dan membunuhnya.
            Dalam lirik lagu Edith Piaf yang berjudul “Jezebel” pun, Jezebel dianggap sebagai perempuan iblis. Lagu tersebut diakui Seno Gumira Ajidarma sebagai sumber inspirasi penulisan cerpen. Hal tersebut ia tuliskan dalam bagian akhir cerpen “Jezebel” dalam buku Sepotong Senja untuk Pacarku[9]. Edith Piaf adalah penyanyi kabaret asal Prancis yang diakui sebagai diva nasional Prancis dan bintang terbesar bagi rakyat Prancis[10]. Lagu “Jezebel” adalah lagu yang diciptakan oleh Wayne Shanklin dengan menggunakan bahasa Inggris. Edith Piaf merekam versi bahasa Prancis dari lagu tersebut pada tahun 1951. Dengan demikian, terdapat dua versi lirik pula, pertama adalah lirik berbahasa Inggris dan kedua adalah lirik berbahasa Prancis.
If ever the devil was born,
Without a pair of horns
It was you,
Jezebel, it was you.
‘Jika sesosok Iblis dilahirkan,
Tanpa mempunyai sepasang tanduk
Ialah dirimu,
Jezebel, ialah dirimu.’

Ce demon qui brulait mon coeur
Cet ange qui sechait mes pleurs
C'etait toi, Jezebel, c'etait toi[11]
‘Setan ini yang membakar hatiku
Malaikat ini yang mengeringkan air mataku
Itu Anda, Jezebel, itu Anda’
Dalam lirik lagu tersebut tersurat bahwa Jezebel adalah setan. Dalam bahasa Inggris, Jezebel digambarkan seperti jelmaan Iblis yang tidak mempunyai tanduk. Adapun dalam bahasa Prancis, Jezebel digambarkan sebagai setan yang memainkan hati manusia. Kedua terjemahan tersebut dapat menjadi data pendukung sindiran yang terdapat dalam cerpen “Jezebel” karya Seno Gumira Ajidarma. Sindiran tersebut adalah sindiran yang dilemparkan kepada umat Yahweh atau Israel dan Judah Kuno.
Sindiran terhadap umat Yahweh terjadi ketika Jezebel dalam cerpen “Jezebel” digambarkan sebagai satu-satunya makhluk yang masih hidup di muka bumi ketika kiamat terjadi. Hal tersebut seakan menyatakan bahwa Ratu Jezebel, sang penyembah Iblis, adalah satu-satunya makhluk yang benar. Artinya, dengan menyembah Baal, Jezebel diberikan keabadian, sedangkan manusia-manusia lain yang tidak menyembah Baal diberikan kematian.
“Aku lelah,” katanya (Jezebel) kepada angin, “siapa yang tidak lelah berjalan tanpa henti sepanjang pantai menyaksikan mayat-mayat bergelimpangan? Tapi aku tidak bisa berhenti meskipun aku sudah hampir tidak kuat lagi. Harus ada yang setidaknya melihat mayat-mayat itu. Harus ada yang sekadar menghormatinya. Kalau tidak, siapa yang akan melakukannya? Tiada lagi manusia yang masih tersisa di muka bumi ini. Aku sendirian tak mungkin mengubur mereka semua, bahkan untuk menengoknya pun barangkali seluruh waktu hidupku tidak akan pernah cukup. Pantai ini tidak ada ujungnya dan mayat-mayat bertebaran sepanjang pantai tak terbilang. Harus ada yang sekadar menengoknya meski tidak bisa berbuat apa-apa, meskipun semuanya sudah punah. Tinggal aku sendiri di dunia menjalani ziarah yang panjang ini, yang tak akan pernah cukup untuk duka kehidupan di muka bumi.”
Potongan paragraf di atas dapat ditafsirkan sebagai sindiran untuk umat Yahweh. Bangsa Israel dan Judah Kuno dianggap melakukan kesalahan karena pada akhirnya hanya Ratu Jezebel yang dapat hidup abadi dan dapat menyaksikan kematian manusia yang tidak menyembah Baal. Sindiran terhadap suatu kepercayaan seperti ini tidak saja dilakukan oleh Seno Gumira Ajidarma (entah Seno Gumira Ajidarma melakukan sindiran dengan sengaja atau tidak). Akan tetapi, A.A. Navis sudah lebih dulu melakukan sindiran kepada umat Islam dengan cerpen “Robohnya Surau Kami” (1956). Selain itu, sindiran terhadap umat Kristen dan Katolik juga dilakukan oleh Dan Brown dengan bukunya yang berjudul The Da Vinci’s Code (2003). Dalam cerpen “Robohnya Surau Kami”, Navis menyindir umat Islam dengan mengatakan bahwa seorang haji yang taat beribadah kepada Allah akan tetap masuk neraka jika tidak berbakti kepada bangsa. Adapun, Dan Brown menyindir umat Kristen dan Katolik dengan mengatakan bahwa Yesus memiliki keturunan dari hasil persetubuhannya dengan seorang pelacur bernama Maria Magdalena.
Sindiran lain yang dapat ditafsirkan dari cerpen “Jezebel” adalah sindiran terhadap keadaan jenis eksperimentasi sastra Indonesia. Maman S. Mahayana, dalam bukunya yang berjudul Kitab Kritik Sastra (2015), mengatakan bahwa ketika tahun 1970-an sastra Indonesia dilanda semangat eksperimentasi, sejalan dengan gerakan “kembali ke akar, kembali ke tradisi”. Pada tahun-tahun tersebut, sastra Indonesia seakan meninggalkan “kebarat-baratannya” dan bergeser untuk menonjolkan budaya Indonesia. Karya-karya beraliran filsafat Barat seperti karya-karya Iwan Simatupang mulai digantikan dengan karya-karya Kuntowijoyo dan Gus Mus yang dikaitkan dengan spiritualitas mistik Jawa dan tasawuf. Aliran filsafat Barat digantikan dengan kepercayaan Jawa dan Islam. Keberadaan cerpen “Jezebel” karya Seno Gumira Ajidarma yang ditulis pada tahun 1999 seakan ingin “mengajak” kembali para penikmat sastra Indonesia untuk menikmati aliran Barat. Oleh karena itu, cerpen “Jezebel” karya Seno Gumira Ajidarma dapat ditafsirkan sebagai sindiran untuk menyudahi eksperimentasi budaya Jawa dan Islam.
Berakhirnya pemaparan mengenai keadaan sejarah dan penafsiran data cerpen “Jezebel” menandakan bahwa kaidah ketiga hermeneutika Dilthey juga telah diterapkan. Dilthey menyebutkan bahwa kaidah terakhir hermeneutikanya adalah penyelesaian lingkaran hermeneutik pemahaman. Prinsip pemahaman Dilthey tersebut diakhiri dengan proses imajinatif pemahaman[12]. Artinya, dalam membaca karya sastra, pembaca terpanggil untuk membangun pengalaman kembali tentang manusia secara imajinatif dan menghubungkan pengalaman kejiwaan yang disajikan karya dengan pengalaman pembaca yang diperoleh dalam pembelajaran tentang sejarah dan lain sebagainya[13]. Usaha penyambungan kutipan dalam cerpen “Jezebel” karya Seno Gumira Ajidarma dengan keadaan sejarah telah menuntaskan penyelesaian lingkaran hermeneutik pemahaman. Pengalaman kejiwaan yang didapatkan dari membaca cerpen “Jezebel” membuat penafsir teringat kepada penggambaran hari kiamat yang terdapat dalam Kitab Injil dan Kitab Quran. Setelah itu penafsir dapat mengembangkan proses imajinatif pemahaman dengan melakukan lebih banyak kajian pustaka historis terhadap teks.
Sebagai sebuah cerpen yang menggambarkan keadaan hari akhir atau menyindir kepercayaan suatu umat, tentu Seno Gumira Ajidarma bukanlah orang pertama yang telah menuliskannya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, cerpen “Robohnya Surau Kami” karya Navis pun sudah menggambarkan keduanya terlebih dulu pada tahun 1956. Dalam hal ini, Ajidarma kehilangan unsur inovasi. Akan tetapi, usahanya untuk menyindir eksperimentasi tahun 1970-an Indonesia menjadi hal yang patut dilihat kembali. Cerpen “Jezebel” seakan mengatakan, “sudah cukup,” kepada model karya sastra eksperimentasi yang mengadaptasi kebudayaan Jawa ataupun Islam. Seno Gumira Ajidarma mengembalikan minat “kebarat-baratan” dengan mengadaptasi sebuah lagu asal Prancis dan cerita asal Israel.
Sebuah karya sastra dapat diinterpretasikan dengan bebas oleh pembaca. Akan tetapi, penafsiran yang bersifat pribadi cenderung membuahkan interpretasi karya sastra yang subjektif. Kritik sastra harus memberikan kritik yang objektif. Demi menghindari penafsiran subjektif, dibutuhkan data-data pendukung kesejarahan teks yang mengobjektifkan interpretasi. Penafsiran yang telah dilakukan penulis terhadap cerpen “Jezebel” karya Seno Gumira Ajidarma adalah penafsiran dengan cara hermeneutika Dilthey. Dalam hermeneutika Dilthey, pembuktian kesejarahan menjadi pendukung terpenting untuk menafsirkan suatu karya sastra. Dengan demikian, penulis dapat menggunakan hermeneutika Dilthey untuk menafsirkan cerpen “Jezebel” karya Seno Gumira Ajidarma sebagai cerpen yang menggambarkan keadaan hari kiamat, menyindir kepercayaan suatu umat, dan menyindir keadaan eksperimentasi sastra Indonesia.


Daftar Acuan
Ajidarma, Seno Gumira. 2002. Sepotong Senja untuk Pacarku “Jezebel” (1999). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Book of Revelation. Diakses dari http://www.discoverrevelation.com/Rev_16.
Dilthey, Wilhelm. 1957. Das Erlebnis und die Dichtung: Lessing Goethe, Novalis, Hoerderlin. Gottingen: Vandenbeck & Ruprecht.
Eliade, Mircea. 1993. The Encyclopedia of Religion. Macmillan Reference Books.
html, pada tanggal 1 Juni 2015, pukul 01.08 WIB.
Huey, Stev. "Edith Piaf: Biography". Yahoo! Music. Diakses pada tanggal 3 September 2009.
Indeks Al-Qur’an Hadits Online: Database Surat Ayat Al-Qur’an Hadits dan Terjemahannya. Diakses dari http://mizan-poenya.blogspot.com/2010/11/al-quran-dan-terjemahan-surat-101-al.html, pada tanggal 1 Juni 2015, pukul 00.57 WIB.
Knowles, Elizabeth. 2006. "Jezebel". The Oxford Dictionary of Phrase and Fable, OUP.
Kusniarti, Tuti. 2010. “Teks Sastra sebagai Media Komunikasi Antarbangsa (Kajian atas Novel Dari Fontenay ke Magallianes Karya N.H. Dini)”. Jurnal Bahasa dan Seni, Volume 11, Nomor 1, tahun 2010.
Lyrics Translate. Diakses dari http://lyricstranslate.com/en/jezebel-jezebel.html-2, pada tanggal 1 Juni 2015, pukul 01.44 WIB.
Palmer, Richard E. 1969. Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger and Gadamer. Evanston: Northwestern University Press.
Toorn, K. v. d., Becking, B., & Horst, P. W. v. d. 1999. Dictionary of Deities and Demons in the Bible DDD (2nd extensively rev. ed.) (154). Leiden; Boston; Grand Rapids, Mich.: Brill; Eerdmans.
W.M., Abdul Hadi. 2014. Hermeneutika Sastra Barat dan Timur. Jakarta: Sadra International Institute.



[1] Esai Kritik Sastra, dikumpulkan untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Kritik Sastra Indonesia, Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, tahun ajaran 2014/2015.
[2] Diambil dari Abdul Hadi W.M.. 2014. Hermeneutika Sastra Barat dan Timur. Jakarta: Sadra International Institute. Halaman 33.
[3] Ibid., Halaman 105.
[4] Seno Gumira Ajidarma. 2002. Sepotong Senja untuk Pacarku. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
[5] Diambil dari Indeks Al-Qur’an Hadits Online: Database Surat Ayat Al-Qur’an Hadits dan Terjemahannya. Diakses dari http://mizan-poenya.blogspot.com/2010/11/al-quran-dan-terjemahan-surat-101-al.html, pada tanggal 1 Juni 2015, pukul 00.57 WIB.
[6] Diambil dari Book of Revelation. Diakses dari http://www.discoverrevelation.com/Rev_16.html, pada tanggal 1 Juni 2015, pukul 01.08 WIB.
[7] Elizabeth Knowles. 2006. "Jezebel". The Oxford Dictionary of Phrase and Fable, OUP.
[8] Toorn, K. v. d., Becking, B., & Horst, P. W. v. d. 1999. Dictionary of Deities and Demons in the Bible DDD (2nd extensively rev. ed.) (154). Leiden; Boston; Grand Rapids, Mich.: Brill; Eerdmans.
[9] Seno Gumira Ajidarma, op. cit., halaman 30.
[10] Steve Huey. "Edith Piaf: Biography". Yahoo! Music. Diakses pada tanggal 3 September 2009.
[11] Diambil dari Lyrics Translate. Diakses dari http://lyricstranslate.com/en/jezebel-jezebel.html-2, pada tanggal 1 Juni 2015, pukul 01.44 WIB.
[12] Abdul Hadi W.M., op. cit., halaman 105.
[13] Ibid., halaman 105.

March 28, 2015

Teori dan Kritik Sastra dari Barat

I. Teori Sastra dari Barat: Sebuah Laporan Bacaan “Perjalanan Teori Sastra di Indonesia”

to-read along with this post: 9 Jawaban Sastra Indonesia: Sebuah Orientasi Kritik “Perjalanan Teori Sastra di Indonesia” (2005) karya Maman S. Mahayana

Tulisan mengenai “Perjalanan Teori Sastra di Indonesia” dalam buku 9 Jawaban Sastra Indonesia memaparkan perihal kemunculan teori dan kritik sastra di Indonesia. Hal ini tentu mengaitkan kedua hal tersebut dengan sejarah sastra pula. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa ilmu sastra memiliki tiga bidang kegiatan penelitian yang berkaitan dengan sastra yaitu penelitian teoritis, historis, dan kritis.

Foto: www.timeanddate.com
Penelitian historis dan kritis dapat dilakukan setelah adanya penelitian teoritis. Artinya, pembuktian-pembuktian dalam penelitian historis dan kritis harus dapat dipaparkan melalui teori sastra supaya bersifat objektif. Akan tetapi, hal tersebut juga menjadi masalah ketika artikel “Perjalanan Teori Sastra di Indonesia” mengangkat isu kenihilan teori-teori sastra Indonesia. Peneliti sastra Indonesia pun harus memakai acuan teori lain untuk menuliskan kritiknya. Dalam suatu bagian artikel juga disebutkan bahwa teori sastra yang digunakan akademisi untuk menuliskan kritik ialah teori sastra dari Barat.

Gambar: www.worldcrops.org
Penggunaan teori-teori sastra dari Barat oleh akademisi—seperti Aliran Rawamangun—tidak dapat disalahkan sepenuhnya. Dasar kata akademi sendiri diambil dari Barat, akademia yang dipopulerkan oleh Plato pada 385 SM . Penggunaan teori-teori dari Barat tidak terjadi dalam bidang sastra saja, teori filsafat juga lebih banyak diambil dari Barat karena perbedaan budaya Barat dan Timur . Dasar-dasar yang awal mulanya datang dari Barat itulah yang menjadikan teori Barat lebih didengar oleh akademisi. Selain itu keterlambatan usaha untuk mengemukakan teori sastra Indonesia—yang baru muncul saat Alisjahbana menuliskan tentang kiasan—membuat teori tersebut kurang terdengar. Bahan karya sastra yang dipakai pun cenderung baru walaupun tidak semua karya yang diteliti adalah hasil dari Balai Pustaka. Hal tersebut semakin membuktikan keterlambatan pembuatan teori-teori sastra Indonesia yang berdampak pengambilan teori sastra dari Barat.

Foto: store.tempo.co

II. Laporan bacaan mengenai "Kritik Sastra: Sebuah Pengantar"

to-read along with this post: "Kritik Sastra: Sebuah Pengantar" (1981) karya Andre Hardjana

Kata kritik memiliki sejarah yang panjang. Kata tersebut digunakan pertama kali oleh Xenophanes dan Heraclitus untuk mengecam keras pujangga Homerus yang mengisahkan cerita senonoh tentang dewa-dewi. Plato pun mengatakan tiga unsur yang diangggap harus muncul dalam karya sastra yang baik yaitu memberikan ajaran moral yang tinggi, memberikan kenikmatan, dan memberikan ketepatan dalam pengungkapannya. Selanjutnya perkembangan sastra dalam sastra Yunani dipengaruhi oleh Poetics dari Aristoteles.

Foto: writingformultimedia10.wordpress.com

Selanjutnya kata kritikos digunakan untuk menjuluki hakim karya sastra. Pada tahun 305 SM, Philitas diundang ke Alexandria untuk menjadi guru dari Ptolemaeus II. Philitas pun mendapat sebutan sebagai “penyair dan kritikos”. Akan tetapi, setelah hal tersebut berlangsung, kata kritikos banyak digantikan oleh kata grammatikos sehingga hampir hilang dan tidak digunakan masyarakat lagi. Beberapa orang menganggap bahwa kritikos memiliki arti yang lebih tinggi daripada grammatikos. Oleh karena itu, beberapa orang masih menggunakannya untuk menjelaskan pengertian penafsir naskah dan asal-usul berbagai kata.

Gambar: ptolemy.eecs.berkeley.edu

Kata kritikos hilang dari peredaran sesaat sebelum masa Reinassance (era kelahiran kembali). Kata tersebut digunakan oleh seseorang bernama Polizianus bersamaan dengan grammatikos. Istilah criticus dan grammaticus ia campur adukkan menjadi satu dan ditujukan untuk orang-orang yang menggemari sastra. Buku yang pertama kali dijadikan sebagai pengetahuan ilmu modern berjudul Criticus yang disulis oleh Julius Caesar Scaliger.

Gambar: www.flickr.com

Dalam ranah sastra Inggris, Francis Bacon menjadi orang yang memperkenalkan istilah kritik kepada masyarakat. Ia membagi tradisi ilmu pengetahuan menjadi dua yaitu critical dan pedantical. Critical mempunyai ciri-ciri berpautan dengan perbaikan penerbitan karya pujangga, berpautan dengan pembeberan dan penguraian, berpautan dengan zaman yang memberikan petunjuk tentang penafsiran, berpautan dengan penghakiman karya, dan berpautan dengan sintaksis dalam penjelasannya.

Gambar: www.elizabethan-era.org.uk

Indonesia tidak langsung mengenal istilah kritik. Akan tetapi, mereka sudah mulai mengkritisi hal yang terkait dengan karya sastra jauh sebelum keberadaan Balai Pustaka. Karya-karya dalam Pujangga Baru adalah bukti tentang keberadaan kritik sastra di Indonesia. Istilah kritik sastra menjadi jelas setelah H.B. Jassin  menerbitkan buku Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay. Istilah seperti telaah, bahasan, dan ulasan sastra juga muncul dalam majalah dan suratkabar. Hal yang harus disorot dalam perkembangan sastra Indonesia bukanlah istilah yang digunakan, tetapi keberadaan kritik sastra yang semakin kokoh.

Foto: stomatarawamangun.files.wordpress.com

March 02, 2015

Maksim dan Deiksis dalam Lirik Lagu "Di Udara" Karya Efek Rumah Kaca: Analisis Pragmatik Terhadap Implikatur Kasus Munir

Gambar untuk keperluan Blog. Diambil dari http://userserve-ak.last.fm/serve/_/89040767/Efek+Rumah+Kaca++PNG.png.

Lirik lagu, dalam Oxford’s Learner Dictionary (7th Edition) karya Hornby (dalam Kurniawan, 2012:13), didefinisikan sebagai puisi yang mengekspresikan perasaan atau pikiran seseorang dan disampaikan dengan cara dinyanyikan (Hornby, 2005:921)[1]. Adapun menurut Mihalcea dan Strapparava dalam Lyrics, Music, and Emotions, lirik adalah salah satu cara untuk mengungkapkan emosi yang ada dalam musik atau lagu (Mihalcea dan Strapparava, 2012:594). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa lirik lagu adalah puisi yang berisi tentang ekspresi perasaan dan ungkapan emosi, disampaikan dalam musik dengan cara dinyanyikan.
            Makna ekspresi dan emosi dalam lirik lagu dapat dianalisis melalui kajian pragmatik. Seperti yang disebutkan dalam Kamus Linguistik Edisi Keempat karya Harimurti Kridalaksana, pragmatik adalah aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran (Kridalaksana, 2008:198). Akan tetapi makna tidak selalu terungkap dalam ujaran. Makna tersebut dapat dikatakan sebagai implikatur percakapan. Implikatur percakapan, menurut Kushartanti dalam “Pragmatik” Pesona Bahasa, adalah maksud tertentu yang disampaikan oleh pembicara ketika mengujarkan sesuatu (Kushartanti, 2005:106). Disebutkan juga oleh Harimurti Kridalaksana, bahwa implikatur percakapan adalah makna yang dipahami tetapi tidak atau kurang terungkap dalam apa yang diucapkan (Kridalaksana, 2008:91). Artinya, implikatur percakapan adalah makna yang tidak langsung disampaikan oleh pembicara dalam tuturannya tetapi dipahami oleh lawan bicaranya.
            Implikatur percakapan dapat dimengerti ketika perkataan seorang pembicara relevan dengan situasinya. Oleh karena itu perkataan seseorang juga harus memiliki maksim agar dapat memenuhi relevansi suatu tuturan. Dalam artikel yang berjudul “Logic and Conversation” Syntax and Semantics karya Grice, maksim adalah sebuah prinsip untuk memenuhi informasi yang disampaikan agar pembicaraan menjadi komunikatif (Grice, 1975:45). Kushartanti membagi maksim ke dalam empat bagian yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Maksim-maksim tersebut nantinya akan mengungkapkan makna yang terdapat dalam implikatur percakapan.
            Suatu makna juga dapat dibuktikan melalui analisis deiksis. Stephen Levinson, dalam “Deixis” The Handbook of Pragmatics, mengatakan bahwa deiksis memperkenalkan suatu konteks dalam tuturan dengan subjektif dan disengaja (Levinson, 2006:97). Adapun George Yule dalam Pragmatics mengatakan bahwa deiksis adalah salah satu hal yang paling dasar yang kira lakukan dengan ucapan, artinya memberi petunjuk melalui bahasa (Yule, 1996:9). Deiksis terbagi ke dalam tiga bagian yaitu deiksis ruang, deiksis waktu, dan deiksis persona (Kushartanti, 2005:111-112). Dengan menggunakan analisis deiksis, implikatur dapat dengan lebih mudah dirujuk sesuai dengan konteks sehingga makna dapat terlihat.
            Lirik lagu yang berjudul “Di Udara” karya sebuah grup musik asal Indonesia, Efek Rumah Kaca, memiliki makna yang tidak diungkapkan secara langsung. Implikatur dalam lirik lagu tersebut yang dapat dilihat adalah peristiwa pembunuhan Munir. Lagu tersebut termasuk ke dalam album Efek Rumah Kaca yang dirilis pada tahun 2007 oleh Paviliun Recors. Cholil Mahmud, vokalis dari grup tersebut mengaku bahwa lagu “Di Udara” terinspirasi dari sosok Munir[2]. Berikut adalah lirik lagu “Di Udara” karya Efek Rumah Kaca.

Itin Sebagai Pencatat Perjalanan Pengembara

            Itin, yang disingkat dari kata itinerary, diberi batasan sebagai rencana perjalanan yang dilakukan secara mendetail (terutama untuk mencatat daftar tempat yang akan dituju). Kata itinerary dapat dirujuk silang ke sastra perjalanan (travel literature) yang berisikan tulisan-tulisan tentang tempat asing yang pernah dikunjungi. Merencanakan sebuah itin, dalam persiapan perjalanan, merupakan salah satu kegiatan yang membutuhkan waktu lebih.
Dahulu, itinerary banyak dituliskan oleh penjelajah, pemimpin koloni, peziarah, dan juga tentara keliling. Jenis sastra perjalanan pun dapat menjadi bukti kebenaran sejarah seperti sejarah penemuan benua Amerika. Sastra perjalanan menjadi penting ketika ia menjadi bagian dari studi sastra, walaupun keberadaannya masih jauh berada di bawah prosa atau puisi. Itin juga dapat mencakup catatan ekspedisi, tulisan tentang alam, buku panduan, dan tulisan tentang kunjungan ke luar negeri. Buku harian seorang pengembara juga dapat dimasukkan ke dalam itin. Catatan ekspedisi pertama kali ditulis oleh James Boswell pada tahun 1786, tentang turnya ke Hebrida. Adapun Buku harian pengembara pertama kali dituliskan oleh Pausanias pada abad ke-2.
Pada masa kini, itin populer di kalangan travel blogger. Travel blogger adalah seseorang dengan hobi mengembara yang juga merangkap sebagai penulis blog. Itin yang dituliskan oleh travel blogger berisikan tentang perencanaan tempat-tempat yang akan dituju dan tips untuk bertahan hidup di tempat yang asing dikunjungi. Itin juga mempunyai cara penulisannya sendiri, sehingga dapat dibaca oleh orang yang ingin mengikuti jejak pengembaraan travel blogger. Proses perencanaan itinerary dimulai dengan menentukan waktu dan tempat perjalanan (biasanya terkait dengan penetapan penginapan), menuliskan daftar beberapa tempat yang disertakan dengan budget (dimulai dari tempat yang paling ingin dikunjungi), melihat rekomendasi tempat dari itin yang pernah dituliskan, memilah dan memilih tempat untuk dikunjungi berdasarkan rekomendasi itin lainnya.
Itin dapat digunakan untuk menuliskan rencana perjalanan dalam maupun luar negeri. Biasanya itin ditujukan untuk pengembara lainnya agar dapat meminimalisasi pengeluaran saat melakukan perjalanan. Salah satu travel blogger asal Indonesia, Whatever I’m Backpacker, telah mempublikasikan itin-nya di blog dengan judul “2,7 Juta Keliling 5 Negara di Asia Tenggara Selama 24 Hari!”. Itin tersebut memaparkan detail perjalanannya keliling Singapura, Malaysia, Thailand, Kamboja, dan Vietnam, lengkap dengan keterangan harga tiket dan bus. Pos tersebut mendapatkan balasan sebanyak 89 komentar dari pembaca yang ingin melalukan perjalanan menuju Asia Tenggara.
  • Amer-Yahia, Sihem, Cong Yu, Gautama Das, Senjuti Basu Roy. “Interactive Itinerary Planning”. Texas: University of Texas Arlington. Diakses dari http://web.eecs.umich.edu/~congy/work/icde11b.pdf.
  • http://www.whateverbackpacker.com/2012/03/27-juta-keliling-5-negara-di-asia.html
  • Hulme, Peter dan Tim Youngs. 2002. The Cambridge Companion to Travel Writing. Cambridge: Cambridge University Press. Diakses dari http://catdir.loc.gov/catdir/samples/cam033/2002023425.pdf.
  • Wispinski, Matthew. 1993. Re-Exploring Travel Literature: A Discourse-Centered Approach to the Text Type. Alberta: Simon Fraser University. Diakses dari summit.sfu.ca/system/files/iritems1/7379/b18765154.pdf.

February 20, 2015

Until When...

I have to hide what I see?
.
.
Every night
And every dream
.
.
.
.
Until When...
.
.
.
.
.
.
I have to feel what I feel?
.
.
Scared of my mind
Scarred for life
.
.
.
.
.
.
.
.
Until When...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
I have to hide...
My head in a closet
Far away
So close it gaps

December 21, 2014

Dewa Tertipu Dayang

د تلاڬ دايڠ برچرمين منجادي ديوا
ديوا مليهت دايڠ تق كمانا، منچومبو رياق
رياق برومبق منجادي اولر
اولر مليليت، اير مڠواڤ، تربكر منجادي اڤي

"دايڠ، دايڠ!" سرو ديوا-ديوا
كالاڤ تورون منچامبوق دان مڠهونوس اولر
كچيوا مليهت اڤ يڠ اد، اكو ديوا-ديوا
دايڠ بوكن دايڠ، چوما ڬاديڠ، بوكن اولر

بق سريكندي، بق ارضانري كامو ايت
برتولق مڠڬود-ڬود لاڠيت كتوجو
تق ممڤو ديوا-ديوا كمبالي كارنا مالو
مڽاڽي د تلاڬ كارنا ايليڬي برايسي ڤيلو



                                                     21 Desember 2014






Tertimpa Tetangga

Tangga
      tinggi,
            tunggu!
                  Jatuh! Cepat mati!



21 Desember 2014

December 17, 2014

Sukana? Dukana?

Sukana? Dukana?

Sukana-Dukana.
Terpana saat teman merona.
Adiratna tak mampir kala dahina.

November 17, 2014

E Minor, A Mayor, dan Dunia Gila

              Jreng… Jreng… Jreng…
            Lagi-lagi kakak datang ke kamarku dengan gitarnya. Sudah sebulan ini kakak menggantikan dongeng-dongeng malam ibu dengan lagu-lagunya. Aku tidak merasa keberatan karena suara kakak sangat merdu. Setelah membantuku memakai piyama, ia mengantarkan aku ke tempat tidur, menyelimutiku, lalu duduk di samping tempat tidurku dengan gitarnya.
            “Kali ini lagu apa, Em?”
            “Lucy, Kak! Lucy!”
            Kakak tersenyum lalu bersiap untuk memetik gitarnya. Lagu “Lucy in the Sky with Diamonds” mulai ia nyanyikan dengan penuh perasaan. Matanya dipejamkan. Tangannya yang jauh lebih besar dari tanganku menggenggam leher gitar dengan mudah. Sesekali ia menunduk untuk mendengarkan getaran senar dengan lebih jelas. Kakak seperti sedang mengadakan konser tunggal yang ditayangkan di televisi.
            Jika aku ditanya tentang cita-citaku oleh guruku, aku selalu menjawab bahwa aku ingin menjadi kakak. Nilai-nilainya di sekolah selalu membuatku iri. Ditambah ia menjadi murid teladan karena membawa nama sekolahnya ke perlombaan musik tingkat nasional. Kakak bukan tujuan sepele bagiku.
            Kata ibu, aku dan kakak memiliki perbedaan umur yang cukup jauh. Sekarang aku berumur delapan tahun sedangkan kakak enam belas tahun. Hal ini menjelaskan perbedaan tangan kami yang begitu besar pula. Aku belum bisa menggenggam leher gitar seperti kakak.
            Setelah ia selesai memainkan lagu “Lucy in the Sky with Diamonds” ia terdiam memegang gitarnya. Kadang aku melihat ia hanya menatap kosong ke tempat tidurku. Ia baru akan sadar ketika aku memanggilnya.
            “Kak Sigit!”
            “… Iya?”
            “Mainkan lagu lain, dong! Yang belum pernah Emma dengar!”
            ““Mad World” saja, ya?”
            “Ah, tapi itu udah sering!”
            Lagi-lagi ia hanya tersenyum. Lalu kakak mulai memainkan lagu “Mad World” tanpa mendengarkan pendapatku. Lagu itu selalu ia mainkan di setiap malam. Sampai bosan rasanya aku dengan lagu itu. Walaupun aku tidak meminta kakak untuk memainkan lagu itu, ia tidak pernah melewatkan satu malam tanpa memainkan “Mad World”. Anehnya, ia tidak pernah memainkan lagu itu dari awal. Aku hafal lagu itu dari awal karena sering diputar di televisi dan radio. Ia selalu memulainya dari bagian tengah lagu.

            And I find it kinda funny
I find it kinda sad
The dreams in which I'm dying
Are the best I've ever had

I find it hard to tell you
I find it hard to take
When people run in circles
It's a very, very

Mad world, mad world

            Nyanyiannya selalu diulang-ulang di bagian tersebut. Sejujurnya aku tidak paham dengan makna lagu itu. Bahasa Inggris tentu bukan bahasa yang aku kuasai. Aku bahkan baru masuk ke tempat les bahasa Inggris beberapa bulan lalu. Lagipula lagu ini terdengar sangat sedih. Aku hanya ingin merasakan bahagia.
Akan tetapi terkadang aku melihat seperti ada air di ujung mata kakak ketika ia memainkan lagu itu. Tidak jarang pula suaranya bergetar di bagian akhir lagu. Setelah itu biasanya aku hanya keheranan karena merasa tidak tega untuk menanyakan tentang perasaan kakak. Lagu ini pasti memiliki makna yang hebat.
Setelah menyanyikan lagu itu ia langsung keluar kamar tanpa mengatakan apapun. Kadang-kadang ia mencium keningku terlebih dahulu, kadang-kadang pula ia menyelimutiku. Namun tak pernah ada kata-kata keluar dari mulutnya setelah ia memainkan lagu itu. Tak ada, walaupun hanya sepatah kata.

***

“Nggak! Aku nggak mau les piano!”
“Kenapa, Em? Main piano seru, biar kayak Mozart!”
“Mozart siapa? Aku kepingin main gitar kayak Kak Sigit!”
“Tapi Kak Sigit juga bisa main piano, kan?”
“Pokoknya nggak mau!”
Ibu memaksaku datang ke tempat les piano. Aku didaftarkan seenaknya saja tanpa pemberitahuan. Kata ibu supaya otak kanan dan otak kiriku seimbang. Namun aku tak suka bermain piano. Susah. Jariku seperti keriting karena harus memencet tuts-tuts yang jaraknya berjauhan. Warna hitam dan putih tuts juga membuatku pusing. Seperti sedang dihipnotis.
“Emma, kalo kamu udah bisa main piano, Kakak ajarin kamu main gitar!”
“Kak Sigit menyuap aku?”
“Hahahaha, nggak, Em! Kakak membuat perjanjian!”
Aku berpikir sejenak. Tawaran kakak ini terdengar sangat menarik. Ia menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Aku masih ragu. Tampang kakak seperti hendak berbohong. Namun ia langsung menarik tangan kananku dan menjabatnya.
Nah, sekarang udah deal, kan? Ayo, cepat masuk ruangan!”
Sebetulnya aku agak jengkel karena kakak memaksaku menjabat tangannya tapi aku lumayan senang karena akhirnya kakak mau mengajariku bermain gitar. Awas saja jika kakak sampai bohong. Aku tak akan memaafkan dia.

***

Sudah satu tahun sejak aku mulai bermain piano. Aku tak menyesal. Guru-guruku mulai melihatku seperti kakak. Sepertinya musik memang sudah mengalir di dalam darah keluargaku. Aku diikutsertakan ke dalam berbagai lomba musik. Kakak selalu menontonku ketika aku mengikuti lomba.
Sekarang kakak sudah pensiun dari lomba-lomba. Ia bahkan pensiun dari sekolah juga. Beberapa bulan lalu ia mencukur rambutnya sampai botak. Setelah itu ia hanya pergi ke sekolah beberapa kali. Lalu tidak sama sekali. Kerjaan kakak sekarang hanya menginap di tempat temannya selama berhari-hari. Jika ia sedang berada di rumah, ia akan memainkan lagu-lagu untukku di malam hari, seperti biasa.

            And I find it kinda funny
I find it kinda sad
The dreams in which I'm dying
Are the best I've ever had

I find it hard to tell you
I find it hard to take
When people run in circles
It's a very, very

Mad world, mad world

            “Kak Sigit!”
            “… Iya?”
            “Kakak ngelamun lagi.”
            “…”
            “Lagu “Mad World” ini artinya apa, sih, Kak?”
            “Kamu, kan, sekarang musisi. Kamu harus tahu, dong, artinya apa!”
            “Lah, aku, kan, main musik, bukannya paham bahasa Inggris!”
            Akhirnya aku bisa menanyakan arti lagu itu kepada kakak. Walaupun pada akhirnya aku tidak mendapatkan jawabannya. Hanya candaan saja yang ia keluarkan tanpa menjawab.
            “Kamu akan tahu”
“…”
“Sebentar lagi kamu tahu”
Kian hari mukanya kian pucat. Tubuhnya juga biru-biru, seperti habis dipukuli. Apa kakak pensiun sekolah karena di-bully temannya dan dipukuli? Aku tidak tahu. Tidak ada yang pernah memberitahu aku.
“Kak! Kan, aku sudah bisa main piano, nih”
“Iya”
“Katanya Kak Sigit mau ngajarin aku main gitar”
“…”
“Tuh, kan, bohong. Malas, ah, sama tukang bohong”
Aku menyelimuti diriku sendiri sampai menutupi kepalaku. Aku benar-benar kesal karena dibohongi kakak. Pasti dari awal ia malas mengajariku gitar. Ia bahkan tidak menjawab apa-apa ketika janjinya kutagih. Lalu kakak beranjak dari duduknya dan pergi keluar kamar. Betul-betul tidak dijawab dan betul-betul tidak kembali ke dalam kamar untuk mengajariku bermain gitar.

***

Sudah berhari-hari kami sekeluarga menghabiskan waktu di rumah sakit. Tampaknya aku juga dibohongi tentang kakak yang sering menginap di rumah temannya. Rumah sakit inilah tempat ia menginap. Temannya adalah Pak Dokter yang setiap hari mengecek darah kakak.
Leukimia. Itulah penyebab kakak mencukur rambutnya sampai botak. Badannya yang biru-biru juga disebabkan oleh penyakit ini. Kakak bukannya di-bully. Ia hanya sakit. Itu saja.
Sebetulnya aku masih marah terhadap kakak karena ia tidak kunjung mau mengajariku bermain gitar. Kerjanya sekarang hanya tidur dan pergi ke ruang kemoterapi. Tak sempat meluangkan waktunya untukku. Sok sibuk.
Sampai akhirnya kakak mencium keningku di suatu malam. Lalu bapak dan ibu mencium keningnya. Lalu ia tertidur dan tidak pernah bangun lagi. Kakak kabur dari dunia karena tidak ingin mengajariku bermain gitar. Kakak kabur. Aku benci Kak Sigit.

***

Di rumah, ketika semua orang berpakaian hitam-hitam, aku hanya diam di kamarku. Sama seperti Kak Sigit yang selalu diam setelah selesai memainkan lagu “Mad World”. Ah, aku jadi teringat Kak Sigit lagi. Air mata aku hapus dari pipi dan mataku. Sudah cukup lama aku menangis karena kakak kabur.
Aku lihat piano diujung kamarku. Memang tak ada hasrat untuk bermain piano saat ini. Akan tetapi aku penasaran dengan lagu yang biasa kakak nyanyikan itu.
Perlahan aku buka penutup piano. Tuts-tuts itu seakan menunggu untuk dimainkan. Aku lalu mencari-cari chord lagu “Mad World”.

Teng.. Teng.. Tung.. Teng..
And I find it kinda funny
I find it kinda sad

Teng.. Neng.. Neng.. Teng..
The dreams in which I'm dying
Are the best I've ever had

Aku terdiam. Aku peluk piano dan menangis sekencang-kencangnya. Kakak bukan kabur. Kakak ingin terus hidup bersamaku dalam lagu. Kak Sigit jangan pergi. Dunia ini memang gila, Kak. Akan tetapi Kakak tidak boleh pergi.

Em                  A                      Em
And I find it kinda funny, I find it kinda sad
Em                      A                            Em
The dreams in which I’m dying are the best I’ve ever had
Em                 A                           EM
I find it hard to tell you, I find it hard to take
Em                  A
When people run in circles it’s a very very
   Em                     A
            Maaaaaad world
   Em                       A
            Maaaaaaad world

Em                  A                      Em
And I find it kinda funny, I find it kinda sad
Em                      A                            Em
The dreams in which I’m dying are the best I’ve ever had
Em                 A                           Em
I find it hard to tell you, I find it hard to take
Em                  A
When people run in circles it’s a very very
   Em                     A
            Maaaaaad world
   Em                       A
            Maaaaaaad world

Em A, Em
Em A, Em
EmA, Em
EmA, Em

EmA
EmA
Ema
Ema

Emma
Emma
Emma
Emma

Kakak memanggilku dengan nyanyian. Kakak memanggilku tanpa panggilan. Kak Sigit selalu ada dalam lagu, Kak. Emma selalu memainkan lagu itu setiap malam.
Dunia memang gila, Kak,
Dunia memang gila.




16 November 2014