“Kindness in words creates confidence. Kindness in thinking creates profoundness. Kindness in giving creates love.” ― Lao Tzu

May 14, 2014

Don't Compare

Hal pertama yang ingin saya sampaikan kepada Jared Diamond setelah membaca buku The Third Chimpanzee: The Evolution and Future of the Human Animal adalah, "Sir, we are nothing, don't compare".

Dengan menyadari apa-apa dalam dunia ini, justru semakin jelas siapa-siapa bukanlah apa-apa. Tanpa merendahkan derajat manusia dengan membaca The Third Chimpanzee pun, saya sudah lebih dulu bukan apa-apa. Hal spesial apa yang terdapat dalam "bukan apa-apa" itu? Tentu saja spekulasi-spekulasi ilmiah tentangnya. Metode apa yang membuktikan bahwa saya bukan apa-apa? Apakah teori bukan apa-apa itu? Siapa yang lebih hebat antara manusia dan benda-benda lainnya? Semuanya dapat dijelaskan dengan istilah-istilah pintar yang tentu membuat kamu terlihat pintar. Padahal jika kamu mau mencari, jawaban bisa saja terletak di atas kasurmu ketika kamu tertidur di malam hari, ataupun di kelas saat kamu menganggap pelajaran yang kamu terima sekarang itu tidak seru.

Yaaaa, kita ini bukan apa-apa.
Haruskah kamu bandingkan dengan apa-apa?

Jared Diamond membandingkan manusia dengan hewan untuk membuktikan bahwa kita bukan apa-apa.

Dan Jared Diamond kini sudah lebih dulu menuliskan The Third Chimpanzee sebelum saya menuliskan "bukan apa-apa" milik saya.

Saya sudah diberikan kesempatan menarik untuk membaca The Third Chimpanzee oleh Jared Diamond. Sejujurnya buku ini adalah bahan laporan bacaan mata kuliah Pengantar Filsafat dan Pemikiran Modern dari fakultas saya. Jared Diamond was the writer of Guns, Germs, and Steel. Won a Pulitzer prize in 1997 (pretty cool, right?). Somehow, The Third Chimpanzee ini dipenuhi oleh "overreacting speculations" menurut saya pribadi. But it's perfectly fine since scientists too, did a weird overreaction through their research, and they did, invented something. Penjelasan-penjelasan dalam buku ini bisa dibilang sangat wow, dengan penjabarannya yang begitu panjang untuk secuil spekulasi. Untuk menyatakan bahwa bahasa manusia dengan bunyi-bunyian hewan memiliki kemiripan saja hasil penelitian dan pencarian data yang dilakukan Diamond dijabarkan dengan panjang lebar selengkap isi kotak pensil masa SD pas baru masuk sekolah (Oke, saya juga bingung kenapa analoginya seperti itu).

Mungkin di sini ada yang suka dengan spekulasi-spekulasi ilmiah? The Third Chimpanzee, sangat boleh Anda coba baca. Serius, buku ini sangat menarik. Plus, after you read it, you'll probably realize that our (human) uniqueness is meeeehhhh-nothing. You'll question your penis size.


Jared Diamond's Comparative Arguments Between Human and Animals in The Third Chimpanzee: The Evolution and Future of the Human Animal (through the eye of part three)

     Setelah membahas sisi keunikan biologis manusia dalam bagian dua, “An Animal with a Strange Life Cycle” (dalam buku The Third Chimpanzee: The Evolution and Future of the Human Animal), Jared Diamond kembali menjabarkan spekulasinya tentang keunikan manusia dari sisi lainnya dalam bagian tiga, “Uniquely Human”. “Uniquely Human” berisi tentang penjabaran Jared Diamond tentang keunikan manusia dari sisi kebudayaan. Diamond memilah bagian ketiga ke dalam empat bab yaitu “Bridges to Human Language”, “Animal Origins of Art”, “Agriculture’s Mixed Blessings”, dan “Why Do We Smoke, Drink, and Use Dangerous Drugs?”.
     Jared Diamond membangun spekulasi-spekulasinya dengan cara membandingkan manusia dengan hewan untuk mengetahui seberapa besar keunikan manusia di dalam kehidupan. Pertanyaan utama dalam bagian ini adalah, “seberapa unik manusia di alam semesta ini?”. Dari sisi kebudayaan, Jared Diamond mencoba membandingkan atau mempertanyakan bahasa, seni, agrikultur, dan penggunaan kimia dalam kehidupan manusia.

I.
"Bridges to Human Language"

     Penggunaan bahasa oleh manusia dipercayai sebagai pemicu terjadinya the Great Leap Forward, ‘lompatan jauh ke depan’, yaitu suatu tahap ketika inovasi dan kreasi berkembang pesat. Namun, asal usul bahasa tidak dapat dilacak dengan sempurna. Bahasa tidak mempunyai peninggalan arkeologis karena pada dasarnya bahasa adalah suatu tanda bunyi yang dihasilkan manusia yang menggunakan sistem. Jika ditemukan artefak-artefak berupa tulisan, berarti bahasa sudah berkembang jauh sebelum tulisan tersebut dibuat. Akan tetapi kembali tidak dapat dilacak asal muasal bahasa tersebut.
     Jared Diamond dalam “Bridges to Human Language” mencoba memberikan spekulasi tentang asal muasal bahasa manusia. Ia menyebutkan bahwa Homo sapiens sudah mempunyai daftar kata-kata jauh sebelum munculnya the Great Leap Forward, akan tetapi bahasa manusia di kala itu belum mempunyai tata bahasa yang kompleks ataupun pola sintaksis yang digunakan dalam bahasa manusia kini. Artinya spekulasi tersebut menyatakan bahwa bahasa awal manusia hanya terdiri dari satu atau dua kata saja.
    Tujuan dari bab “Bridges to Human Language” adalah menyangkutpautkan bunyi-bunyian yang dihasilkan hewan dengan bahasa manusia. Diamond berusaha untuk membuktikan bahwa pola bahasa manusia adalah sama dengan bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh hewan. Kesamaan tersebut akan dibuktikan melalui kegunaan bahasa dan bunyi-bunyian.
     Salah satu hewan yang paling sering dijadikan bahan eksperimental untuk meneliti bahasa adalah monyet berjenis vervet. Monyet vervet dipercaya memiliki kata-kata untuk berkomunikasi. Ada sepuluh kata yang dapat dihasilkan oleh monyet vervet. Sepuluh kata ini terbagi menjadi dua kategori yaitu predator calling (‘panggilan untuk pemangsa’) dan type of grunts (‘tipe-tipe dengkuran’). Predator calling digunakan untuk memperingati kedatangan pemangsa seperti leopard, elang, ular, babun, dan pemangsa lainnya. Monyet vervet mempunyai cara-cara tersendiri untuk menjelaskan kedatangan pemangsa-pemangsa tersebut. Teriakan dan tingkah laku monyet tidak sama untuk setiap kata. Adapun type of grunts adalah cara monyet vervet membaur terhadap suatu tatanan sosial.
     Masalah terletak pada skeptisnya manusia terhadap hewan. Pendapat mengenai bunyi-bunyian yang mirip dengan kegunaan bahasa manusia dipercaya sebagai (tidak lebih dari) sebuah hipotesis yang kompleks yang tidak mempunyai bukti-bukti positif. Skeptiks percaya bahwa hanya manusia yang dapat membuat sinyal-sinyal terhadap suatu kejadian. Namun Diamond pun kembali mengajukan argumennya tentang sinyal-sinyal tersebut.
     Zoologist menemukan kesamaan observasi terhadap manusia dan hewan dalam hal membunyikan sinyal. Percobaan dilakukan terhadap predator calling yang dibuat oleh manusia. Pada kenyataannya, ketika manusia melihat satu sosok leopard dalam suatu ruangan, ia pun akan berteriak atau mengeluarkan satu atau dua kata saja seperti, “ah, leopard!”. Gejala tersebut (teriakan dan jumlah kata yang terdiri dari satu atau dua saja) mirip dengan sinyal yang diberikan monyet vervet untuk kedatangan pemangsa. Artinya, manusia memiliki kesamaan dalam membunyikan sinyal tanda bahaya.
     Bukti kesamaan lainnya terdapat dalam the learning process, ‘proses pembelajaran’. Manusia memiliki tahapan untuk mencerna dan menggunakan bahasa. Seorang bayi tentu tidak dapat menggunakan bahasa yang kompleks seperti orang dewasa. Monyet vervet pun demikian. Seekor bayi monyet vervet mempelajari cara-cara melafalkan predator calling dan type of grunts. Sama seperti manusia pula, pada awalnya terjadi banyak kesalahan dalam pelafalan. Bayi manusia dan bayi monyet vervet juga mempunyai kebiasaan untuk mengeneralisasi hal-hal yang mereka lihat. Ketika seorang bayi melihat anjing, ia akan mengeluarkan kata “gukguk!”, begitu pula ketika ia melihat kucing ataupun hewan domestik berkaki empat lainnya. Generalisasi seperti hal tersebut juga terjadi untuk bayi monyet vervet yang masih belum dapat membedakan kedatangan elang ataupun burung lainnya.
     Perbedaan bahasa manusia dengan bunyi-bunyian yang dihasilkan hewan dapat dilihat dari kuantitas kosakata dan susunan gramatika. Tentu manusia mempunyai kosakata lebih banyak daripada hewan. Sebuah kamus bahasa Inggris dapat mencatat lebih dari 142.000 kata sedangkan bunyi-bunyian hewan yang paling sering diteliti (monyet vervet) hanya dapat ditemukan sepuluh kata. Adapun susunan gramatika yang dimaksud adalah pola susunan kata mulai dari kalimat aktif dan kalimat pasif. Bunyi-bunyian hewan hanya terdiri dari satu atau dua kata tetapi manusia dapat menyusun satu kalimat yang dapat membedakan makna kalimat satu dengan kalimat lainnya.

II.
"Animal Origins of Art"

     Dalam bab berikutnya “Animal Origins of Art”, Jared Diamond kembali membandingkan kemampuan hewan dan manusia. Hal yang dibahas dalam bab ini adalah seni. Seni bagi manusia hanya digunakan untuk kepuasan tanpa keinginan untuk membedakannya dari kebiasaan hewani. Jika seni bagi manusia hanya digunakan sebagai alat untuk mencapai kepuasan saja, lalu di manakah letak perbedaan intelektual manusia dengan kesenian burung yang dapat bernyanyi? “Animal origins of Art” menyatakan tiga kriteria yang dapat membedakan seni manusia dengan hasil produksi hewan. Namun ketiga kriteria tersebut dapat dibantah oleh Jared Diamond. Kriteria pertama adalah pernyataan Oscar Wilde yaitu “art is useless” yang berarti ‘kesenian tidak mempunyai kegunaan’. Kriteria pertama dapat dibantah melalui seni manusia dan seni hewan karena pada dasarnya seni juga mempunyai kegunaan terutama dalam sexual seduction (godaan seksual) dan indirect benefit (pemasukan tidak langsung). Dalam kasus burung bower, mereka membuat sarang berbentuk pondok cantik (mirip tempat bermain anak-anak) untuk membangkitkan hasrat seksual lawan jenisnya. Hal tersebut juga dapat dilakukan manusia dengan seninya. Adapun indirect benefit didapatkan manusia berupa kekayaan ataupun popularitas.
     Kriteria kedua adalah seni sebagai alat kepuasan semata. Dalam hal ini Jared Diamond menyatakan bahwa kriteria kedua adalah hal yang tidak dapat terjawab karena kita tidak dapat menanyakan kepada hewan apakah mereka mendapatkan kepuasan setelah membuat suatu produk hewani. Dengan kata lain, kriteria kedua tidak dapat dibuktikan atau dibandingkan dengan manusia. Adapun kriteria ketiga adalah cara penerimaan seni tersebut. Manusia dan burung bower sama-sama menerima seni dengan cara mempelajarinya sendiri dan bukan dengan mendapatkan warisan gen.
    
 III.
"Agriculture's Mixed Blessings"
"Why Do We Smoke, Drink and Use Dangerous Drugs?"

    “Agriculture’s Mixed Blessings” dan “Why Do We Smoke, Drink, and Use Dangerous Drugs?” banyak menjabarkan tentang protes Jared Diamond terhadap perkembangan kebudayaan dalam hal teknologi. Diamond, dalam “Agriculture’s Mixed Blessings” menyatakan bahwa perkembangan pesat dalam kehidupan manusia ditandai dengan berpindahnya cara mendapatkan makanan dari food gathering (mengumpulkan bahan makanan dengan cara berburu atau mengumpulkan buah-buahan) menjadi food producing (agrikultur, bercocok tanam sendiri dan beternak hewan). Food producing menstabilisasikan bahan makanan sehingga manusia tidak pernah kekurangan makanan. Hal ini disebut juga sebagai tahap kemajuan peradaban. Akan tetapi food producing juga mendapatkan oposisi yang keras karena pada akhirnya produk-produk makanan yang sekarang beredar menyebarkan penyakit berbahaya, malnutrisi, dan jangka waktu hidup manusia yang pendek. Selain itu food producing juga membuat perbedaan tatanan sosial dalam manusia, artinya orang kaya akan semakin gemuk dan orang miskin akan semakin kurus. Adapun penggunaan bahan kimia dalam “Why Do We Smoke, Drink, and Use Dangerous Drugs?” dinyatakan sebagai kejahatan sempurna yang tidak hanya merusak manusia tetapi alam dan fungsi biologisnya. Kedua bab tersebut, “Agriculture’s Mixed Blessings” dan “Why Do We Smoke, Drink, and Use Dangerous Drugs?” menyatakan hal yang sama bahwa manusia yang mengalami perkembangan pesat tidak lebih baik dari hewan yang mempunyai teknologi hanya sebagai alat untuk bertahan hidup (dengan beradaptasi).

No comments:

Post a Comment