“Kindness in words creates confidence. Kindness in thinking creates profoundness. Kindness in giving creates love.” ― Lao Tzu

November 08, 2014

Buka Mata Lebar-Lebar

Sore tadi saya dikejutkan oleh video sosialisasi gerakan antidemokrasi terhadap NKRI yang dikeluarkan oleh sebuah organisasi. Video tersebut muncul di laman utama Facebook saya. Di-share oleh seorang senior dari Program Studi Indonesia. Yang membuat saya terkejut adalah narasumber video yang mengenakan jaket kuning dan disebut sebagai "Aktivis Mahasiswi UI".


Sebelumnya saya juga pernah bilang ke beberapa teman-teman tempat saya berdiskusi bahwa Indonesia belum siap akan demokrasi. Artinya, masyarakatnya tidak siap untuk menjalankan konsep itu. Hal tersebut terjadi karena masyarakat Indonesia terlalu berbeda-beda. Saya tidak pernah menyalahkannya, hanya saja Indonesia terlalu besar. Terlalu banyak pulau. Terlalu banyak pendapat berbeda yang harus didengarkan. Terlalu banyak kepala yang harus dipaksa untuk berpikir satu. Indonesia belum siap untuk demokrasi.

Salah satu dampak ketidaksiapan masyarakat akan demokrasi tentunya adalah kemunculan orang-orang yang antidemokrasi. Jujur saja, menurut saya demokrasi adalah konsep yang hebat karena membiarkan rakyat berpendapat. Vox populi, vox Dei. 'Suara rakyat adalah suara Tuhan'. Pendapat manusia disakralkan, demi kelanjutan kehidupan manusia sendiri. Demi hidup dengan harmonis. Lalu kamu menentang itu? Jangan salah lihat, yang kamu tentang bukan demokrasi tapi manusia. Bukan sistem tapi nurani. Demokrasi tidak pernah mengajarkan untuk mengabaikan pendapat dan membungkam mulut.

Ada perspektif yang mengatakan bahwa munculnya demokrasi menciptakan adanya free sex, aborsi, pornografi, dan lain-lain. Katanya hal tersebut muncul karena liberalisme dan kapitalisme yang masuk dengan mudah ke Indonesia. Oke, mungkin memang karena rakyat terlalu bebas berpendapat, mereka juga menjadi terlalu bebas menerima suatu kebudayaan tanpa diayak untuk pribadinya masing-masing. Akan tetapi jika tak ada demokrasi, mahasiswi yang mengeluarkan pendapat dalam video juga belum tentu ada dalam video. Tak dapat dipungkiri, dulu--hampir dalam semua kebudayaan--perempuan dijadikan alat domestik. Ingat R.A. Kartini memperjuangkan hak siapa? Ingat ratu-ratu kerajaan harus memberikan keturunan lelaki? Ingat juga bayi-bayi perempuan yang dimusnahkan Firaun? Maaf. Tapi tanpa demokrasi, saya juga tidak mungkin dapat menuliskan pendapat saya ini. Otomatis mahasiswi yang ada dalam video juga tidak dapat menyatakan pendapatnya. Jangan lupa pula, adalah ironi ketika mahasiswi itu menyatakan pendapat untuk membungkam pendapat.

Ingat juga, demokrasi tak pernah meminta agar uang bisa menjadi Tuhan. Vox pecunna, vox Dei? Itu bukan bagian dari demokrasi.

Jadi yang unik itu memang manusia. Pikirannya begitu berbeda-beda. Ada mahasiswi yang hanya melihat demokrasi dari sisi buruknya saja, sementara ada juga mahasiswi yang mampu melihat dari sisi sebaliknya, dan pasti ada pula mahasiswi yang melihat dari kedua sisinya. Saya bisa mengatakan demokrasi berdampak buruk bagi saya ketika saya merasakan hal negatif di NKRI, lalu bagian saya yang lain bisa juga mengatakan untuk tidak mencari-cari kesalahan dan dihubung-hubungkan dengan demokrasi. Setelah itu saya beralih untuk mengatakan bahwa semua hal memiliki pro dan kontra.

Yah, akhirnya kejadian juga. Seorang mahasiswi UI (karena berjaket kuning dan berdiri di dekat danau perpustakaan UI) yang berasal dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (karena ada makara putih di jaketnya) menyatakan ketidaksukaannya terhadap demokrasi. Saya juga berasal dari UI dan FIB, tapi pikiran kami jelas jauh berbeda. Dalam perspektif mahasiswi itu, demokrasi menjadikannya aktivis antidemokrasi. Mungkin ada hal-hal buruk yang menyebabkannya membenci demokrasi. Tapi itu artinya ia tidak melihat kebaikannya. Anehnya, dengan demokrasi yang sama, di negara yang sama pula, demokrasi membawa saya ke sebuah acara internasional yang membicarakan pendidikan. Simposium internasional mengenai pengajaran bahasa asing. Simposium. sim·po·si·um n 1 pertemuan dng beberapa pembicara yg mengemukakan pidato singkat tt topik tertentu atau tt beberapa aspek dr topik yg sama; 2 kumpulan pendapat tt sesuatu, terutama yg dihimpun dan diterbitkan; 3 kumpulan konsep yg diajukan oleh beberapa orang atas permintaan suatu panitia. Di sana kami semua berpendapat mengenai pendidikan. Apakah itu bukan kebaikan demokrasi?

Tanpa adanya demokrasi, seseorang bisa dengan mudahnya merenggut pendidikanmu.

Saya ingin melihat mahasiswi itu berdiskusi dengan orang lain dari komunitas lain. Membuka wawasan seluas-luasnya. Makanya saya pernah mengatakan pula untuk mengkaji seperti Bill Nye dan Ken Ham. Jika memang ada argumen, kemukakanlah ke orang yang berpikiran berbeda. Terima pendapat-pendapat orang lain. Kamu berpendapat tidak hanya dalam komunitasmu. Kaji dengan orang-orang lain. Jika kamu hanya berbicara dengan kelompokmu, wawasanmu hanya berkembang sampai di situ. Jangan langsung meminta hal yang tidak-tidak.

Buka mata lebar-lebar. Kamu hidup dalam perbedaan. Appreciate it. Appreciate life.

No comments:

Post a Comment