Ada kalanya waktu luang harus diisi dengan pikiran. Kamu menatap lampu kamarmu di malam hari, "Apakah manusia masih harus bangun di dunia tanpa ancang-ancang untuk bangun di neraka? Apakah kita kacung kehidupan dan bersyukur untuk sekadar menjadi babu?". Mungkin memang itu esensi waktu luang. Kamu berpikir. Kamu sok tahu. Akan tetapi ada pula kalanya waktu luang harus diisi dengan kegiatan yang spontan kamu ikuti. Terjun ke jurang. Membunuh mantan pacar lalu membuang mayatnya di tol. Melakukan sesuatu yang tidak pernah kau lakukan. Saya pernah menari di romansa waktu luang. Bersama teman-teman, saya bernyanyi tentang pilu dunia tanpa maupun dengan rasa. Kamu menyanyikan "Rasa" dengan senyuman, kamu menipu dirimu sendiri. Kita masih bisa memakai topeng-topeng ini. Tapi apa kamu berani memakai topeng syukur, Kawan?
Mulai bulan Desember 2013, saya mengikuti sebuah produksi teater di kampus. Teater Pagupon, sebuah biro dari IKSI FIB UI hadir sebagai laboratorium teater untuk mahasiswa. Teater Pagupon mempersembahkan produksinya yang ke-89 berjudul Samsara. Saya akan bermain di sini (menjadi tokoh dalam pementasan). Beradu akting dengan senior-senior yang dengan sepenuh hati saya kagumi. Sungguh sangat kagum. Sampai-sampai menjadi beban. Lalu parahnya, kami dipaksa menari ala-ala Jawa yang katanya baru akan jago setelah 10 tahun rutin menari. Kami menari baru dari bulan Desember. Emosi yang kita dapatkan di sini begitu lucu. Miris. Sebelumnya saya pernah ikut produksi Bulan Bujur Sangkar, naskah Iwan Simatupang. Akan tetapi saya bernyanyi di sana. Menyanyikan dan kembali ke pilu.
Sungguh banyak emosi yang hadir lalu pergi selama saya menari di romansa waktu luang. Saya sudah merasakan bahagia, sedih, marah, letih berkepanjangan, dicurangi, direndahkan, ditinggikan. Semua terjadi di dalam intrik pementasan ini. Sungguh emosi apa yang bisa kamu tampung dalam waktu secepat ini? Teman-teman baru yang saya dapatkan di sini, menjadi teman yang mungkin tidak akan saya temukan lagi. Hanya sampai di pementasan ini. Kecuali jika nanti kita bertemu lagi di pementasan-pementasan berikutnya. Lalu emosi yang saya rasakan adalah rindu. Rindu jika kita tidak lagi bisa seperti ini. Memaki-maki, meludahi, menjadi pendosa. Kita berkenalan di Malang, kembali berkenalan di Jakarta. Mungkin kita akan berkenalan kembali di pementasan nanti.
5 hari lagi, Kawan. Apakah kamu tidak merasakan hal yang sama?
Foto: Anas Prambudi, Awan Sandi
No comments:
Post a Comment