to-read along with this post: 9 Jawaban Sastra Indonesia: Sebuah Orientasi Kritik “Perjalanan Teori Sastra di Indonesia” (2005) karya Maman S. Mahayana
Tulisan mengenai “Perjalanan Teori Sastra di Indonesia” dalam buku 9 Jawaban Sastra Indonesia memaparkan perihal kemunculan teori dan kritik sastra di Indonesia. Hal ini tentu mengaitkan kedua hal tersebut dengan sejarah sastra pula. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa ilmu sastra memiliki tiga bidang kegiatan penelitian yang berkaitan dengan sastra yaitu penelitian teoritis, historis, dan kritis.
Foto: www.timeanddate.com |
Gambar: www.worldcrops.org |
Foto: store.tempo.co |
II. Laporan bacaan mengenai "Kritik Sastra: Sebuah Pengantar"
to-read along with this post: "Kritik Sastra: Sebuah Pengantar" (1981) karya Andre Hardjana
Kata kritik memiliki sejarah yang panjang. Kata tersebut digunakan pertama kali oleh Xenophanes dan Heraclitus untuk mengecam keras pujangga Homerus yang mengisahkan cerita senonoh tentang dewa-dewi. Plato pun mengatakan tiga unsur yang diangggap harus muncul dalam karya sastra yang baik yaitu memberikan ajaran moral yang tinggi, memberikan kenikmatan, dan memberikan ketepatan dalam pengungkapannya. Selanjutnya perkembangan sastra dalam sastra Yunani dipengaruhi oleh Poetics dari Aristoteles.
Foto: writingformultimedia10.wordpress.com |
Selanjutnya kata kritikos digunakan untuk menjuluki hakim karya sastra. Pada tahun 305 SM, Philitas diundang ke Alexandria untuk menjadi guru dari Ptolemaeus II. Philitas pun mendapat sebutan sebagai “penyair dan kritikos”. Akan tetapi, setelah hal tersebut berlangsung, kata kritikos banyak digantikan oleh kata grammatikos sehingga hampir hilang dan tidak digunakan masyarakat lagi. Beberapa orang menganggap bahwa kritikos memiliki arti yang lebih tinggi daripada grammatikos. Oleh karena itu, beberapa orang masih menggunakannya untuk menjelaskan pengertian penafsir naskah dan asal-usul berbagai kata.
Gambar: ptolemy.eecs.berkeley.edu |
Kata kritikos hilang dari peredaran sesaat sebelum masa Reinassance (era kelahiran kembali). Kata tersebut digunakan oleh seseorang bernama Polizianus bersamaan dengan grammatikos. Istilah criticus dan grammaticus ia campur adukkan menjadi satu dan ditujukan untuk orang-orang yang menggemari sastra. Buku yang pertama kali dijadikan sebagai pengetahuan ilmu modern berjudul Criticus yang disulis oleh Julius Caesar Scaliger.
Gambar: www.flickr.com |
Dalam ranah sastra Inggris, Francis Bacon menjadi orang yang memperkenalkan istilah kritik kepada masyarakat. Ia membagi tradisi ilmu pengetahuan menjadi dua yaitu critical dan pedantical. Critical mempunyai ciri-ciri berpautan dengan perbaikan penerbitan karya pujangga, berpautan dengan pembeberan dan penguraian, berpautan dengan zaman yang memberikan petunjuk tentang penafsiran, berpautan dengan penghakiman karya, dan berpautan dengan sintaksis dalam penjelasannya.
Gambar: www.elizabethan-era.org.uk |
Indonesia tidak langsung mengenal istilah kritik. Akan tetapi, mereka sudah mulai mengkritisi hal yang terkait dengan karya sastra jauh sebelum keberadaan Balai Pustaka. Karya-karya dalam Pujangga Baru adalah bukti tentang keberadaan kritik sastra di Indonesia. Istilah kritik sastra menjadi jelas setelah H.B. Jassin menerbitkan buku Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay. Istilah seperti telaah, bahasan, dan ulasan sastra juga muncul dalam majalah dan suratkabar. Hal yang harus disorot dalam perkembangan sastra Indonesia bukanlah istilah yang digunakan, tetapi keberadaan kritik sastra yang semakin kokoh.
Foto: stomatarawamangun.files.wordpress.com |
No comments:
Post a Comment