Aku kira kematian adalah hal yang biasa. Orang bilang jika kita terus melakukan atau merasakan hal yang sama, kita akan terbiasa dan pada waktunya kita akan bosan. Aku tidak pernah terbiasa dengan kematian. Ini ketiga kalinya aku merasakan kematian tapi setiap kalinya sungguh menyakitkan.
Sejak ayah kandungku meninggal, kakak dan ibuku tinggal di Jakarta, meninggalkanku di desa bersama kakek dan nenek. Saat itu aku kurang mengerti arti dari kematian karena aku baru kelas 5 SD. Satu-satunya hal yang aku mengerti adalah ibu menjadi tulang punggung keluarga. Ia rela membanting tulang untukku dan kakakku. Syukur jika penghasilannya juga dapat diberikan kepada kakek dan nenek. Aku dapat merasakan pilu ibu. Mungkinkah kematian adalah pilu?
Setelah kakek dan nenekku meninggal, aku pun pindah ke Jakarta. Kupikir keluarga kami akan kembali bersatu setelah sekian lama tidak bertemu, tapi tampaknya kematian juga telah mempengaruhi kakak. Ia tidak dapat menanggapi kematian dengan baik. Ia kira kematian itu hanya dialaminya sendiri dan ia mulai tidak menghargai ibu. Segala masalah yang ia buat selalu dimulai dari kematian kakek dan nenek. Seperti ia merasa tidak dicintai lagi sebagaimana kakek dan nenek mencintainya, atau ia merasakan kesepian yang mendalam setelah kakek dan nenek pergi. Karena muak, akhirnya kakak pergi dari rumah untuk menikah dengan pacarnya. Ibu pun menikah lagi. Setelah semua orang menikah aku berpikir, bukankah di ujung pernikahan akan ada sesuatu yang terlahir? Entah itu hubungan erat ataupun seorang anak bayi. Aku sungguh rela bila kematian melahirkan lebih banyak orang seperti ibu. Seseorang yang menciptakan kebahagiaan di dunia. Apakah kematian juga berarti natalis?
Kakakku menjalankan hukuman dalam pernikahannya. Setelah satu tahun menikah, ia pun menceraikan suaminya. Sedangkan ayah tiriku mengalami kematian pula. Padahal ayah tiriku adalah seseorang yang baik hatinya. Dalam hal ini, kematian benar-benar berarti perpisahan. Aku dan ibu benar-benar merasa kehilangan, tapi mungkin ibu yang tahu benar akan rasa sakit itu.
Sungguh banyak arti dari kematian. Ini dan itu, selalu menyakitkan tetapi aku tidak pernah tahu arti yang sebenarnya. Bagaimana jika kematian adalah ibu? Apakah aku akan tetap mencintai ibu? Jika aku harus mencintai kematian karena kematian adalah ibu maka cintalah aku pada kematian.
Ada dua hal yang dapat aku lakukan sebagai pecinta kematian. Pertama adalah melihat orang mati sebanyak-banyaknya dan menyelamati mereka atas kematiannya. Kedua, aku dapat menyapa kematian itu sendiri sebagaimana kematian telah menyapa ayah kandungku, kakek dan nenekku, serta ayah tiriku. Namun aku tidak akan pernah membiarkan kematian menyapa ibu lebih dulu, aku tidak ingin kehilangan ibu. Karena itu, alangkah baiknya jika aku sekarang menyapa kematian layaknya teman lama. Aku mencintai kematian.
No comments:
Post a Comment