--------------------------------------
Tak Ada Cinta di Amsterdam
Hey there Delilah, what’s it like in New York City?
I’m a thousand miles away, but girl, tonight you look so pretty
Yes you do
Time Square can’t shine as bright as you. I swear it’s true
Lirik lagu itu terngiang di kepalaku saat hujan turun membasahi kota Amsterdam. “Hey There Delilah” karya Plain White T’s, mampu menggambarkan kehidupanku tentang Cinta. Cinta yang tak ada di Amsterdam. Pikiranku melayang-layang membayangkan dirinya. Terus. Terus melayang. Semakin aku membayangkannya, semakin kecewa pula aku terhadap diriku. Tak ada Cinta di Amsterdam. Hanya bayangannya yang mampu membuatku bertanya-tanya.
Kota ini bahkan tak mampu mengalahkan kecantikan Cinta. Kicauan burung di taman dekat asramaku, tak mengalahkan kemerduan tawa Cinta. Langit kota Amsterdam ketika malam, tak mengalahkan paras muka Cinta saat tertidur. Akan tetapi aku memang harus berada di sini. Kami sama-sama mempunyai impian. Langkah awalku di sini. Di kota Amsterdam. Aku belajar sampai ke negeri Belanda, kugali lubang sampai negeri Cina, aku akan kembali untuk negeri Indonesia.
Mungkin Cinta bukan Delilah. Mungkin Jakarta bukan New York. Akan tetapi Cintaku tak ada di sini. Layaknya Delilah di NYC.
Hey there Delilah don't you worry about the distance
I'm right there if you get lonely give this song another listen
Close your eyes, listen to my voice it's my disguise
I'm by your side
Pagi-pagi sekali Cinta meneleponku. Pukul 03.54 CEST. Waktu Amsterdam. Mungkin di Jakarta sudah sekitar pukul 09.00 WIB.
“Gue mau jalan ke KL! Udah booked 15 sampai 25 Juli! Ikut, yuk!”
“Ah, nanti gue coba meliburkan diri, deh! Langsung ketemu di KL aja!”
Hatiku berdegup kencang. Kabel telepon aku pilin. Kami akan bertemu. Setidaknya dua bulan lagi sampai bulan Juli. Betul-betul tak ada jarak ketika kami berbicara di telepon. Betul-betul bukan jarak yang akan aku tempuh untuk bertemu Cinta. Cukup dengan suara, aku sudah berada di sampingnya. Cukup dengan keinginan, aku akan bertemu dengannya.
“Oke! Nanti cerita yang banyak tentang Amsterdam, ya, Ko! Kota impian gue, tuh, padahal!”
“Iya, Cinta. Nanti gue bawain oleh-oleh marijuana van oranje! Haha!”
“Parah, lo, Ko! Gue ga mau jadi Bob Marley! Hahahaha”
Mungkin Cinta bukan Delilah yang khawatir tentang jarak. Mungkin juga aku bukan penyanyi yang mampu menggetarkan hati Cinta. Akan tetapi penyesalanku hanya karena Cintaku tak ada di sini. Layaknya Delilah yang selalu ditunggu-tunggu.
Hey there Delilah, I know times are getting hard
But just believe me girl, someday I'll pay the bills with this guitar
A thousand miles seems pretty far
But they've got planes and trains and cars
I'd walk to you if I had no other way
Sampai sudah waktunya. Saatnya aku menyusul Cinta ke Kuala Lumpur. Tak terasa sudah begitu besar tagihan telepon yang aku habiskan untuk menghubungi Cinta. Tak kupedulikan juga besarnya biaya yang aku habiskan untuk pergi ke Kuala Lumpur. Memang sulit. Akan tetapi aku tidak keberatan. Semua ini demi Cinta. Cinta yang tak ada di Amsterdam.
Cinta sudah berada di Kuala Lumpur selama dua hari. Tak terbayang aku akan segera bertemu dirinya. Banyak jalan untuk bertemu Cinta.
“Sebentar lagi berangkat, nih!”
“Gue tunggu, ya, Ko! Parah, ga sabar. Bosen juga sendirian di sini,”
“Iya, iya. Departure-nya kira-kira dua jam lagi, Cin! Nanti jemput, ya!
“Masih lama nyampenya! Iya, nanti dijemput di bandara!”
Waktu masih menunjukkan pukul 10.00 CEST. Ada waktu untuk membeli beberapa oleh-oleh tambahan di Schiphol.
Aku membeli sekotak permen cokelat berbentuh hati. Aku ingin mempersembahkan hal istimewa untuk Cinta. Aku ingin mengatakan bahwa aku cinta Cinta. Aku sudah membulatkan tekadku. Akan aku sampaikan hal ini ketika kami bertemu.
Sekitar satu jam sebelum keberangkatan aku sudah masuk ke dalam pesawat melalui Gate 03. Tak sabar rasanya untuk bertemu Cinta. Aku dengarkan berulang kali lagu “Hey There Delilah” dari iPod. Tak bosan. Aku terus-terusan melihat jam tangan.
Di sampingku duduk seorang wanita tua yang membaca majalah. Ia melirikku yang duduk sambil tersenyum-senyum sendiri.
“Goedemiddag, je kijkt zo gelukkig!”
“Ja, ik ga mijn beste vriend in Kuala Lumpur te ontmoeten!”
Tampaknya aku tak dapat menyembunyikan kesenanganku. Wanita itu terus-terusan bertanya tentang tujuanku melakukan perjalanan ke Kuala Lumpur. Aku akan bertemu sahabatku. Lalu aku akan menyatakan cinta kepadanya. Wanita tua itu memberikan beberapa tips tentang cara menyenangkan hati seorang perempuan. Tak bosan juga aku mendengarkan nasihat orang tua. Begitu bijak dan polos.
Wanita tua itu terus bercakap-cakap denganku sampai akhirnya waktu menunjukkan pukul 12.14 CEST. Pesawat akhirnya terbang menuju Kuala Lumpur International Airport. Aku langsung tertidur. iPod tak sempat aku matikan. Di telingaku masih terdengar sayup-sayup lagu “Hey There Delilah”. Aku tidur memimpikan Cinta. Cinta di Kuala Lumpur.
Tapi apakah aku akan terbangun dari tidur, Delilah?
Apakah aku akan bertemu Cinta?
***
July 17th 2014, Malaysia Airline Flight 17, MH17, crashed above the city of Donetsk Oblast, Ukraine and presumed to have been shot down. All 298 passengers and crews were killed. The passengers were 27 australian, 4 belgian, 1 canadian, 1 german, 12 indonesian, 43 malaysian, 193 dutch, 1 new zealander, 3 filipino, and 10 british.
Oh it's what you do to me
Oh it's what you do to me
Oh it's what you do to me
Oh it's what you do to me
What you do to me
Oh it's what you do to me
Oh it's what you do to me
Oh it's what you do to me
Oh it's what you do to me
What you do to me
Tak ada Cinta di Amsterdam.
Tak ada cinta di muka bumi.
Senin, 20 Oktober 2014
-------------------------------------------------------------------
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!Perahu yang bersama ‘kan merapuh!Mengapa Ajal memanggil duluSebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
No comments:
Post a Comment